SWARA – Chicco Jerikho Jarumillind, alias Chicco Jerikho. Siapa sih yang saat ini nggak mengenal aktor papan atas Indonesia ini? Sosok pria kelahiran Jakarta 3 Juli 1984 ini sudah cukup lama wara-wiri di layar kaca dan sinema Indonesia. Penampilan terakhirnya di film Filosofi Kopi – adaptasi novel karya Dee, semakin mengukuhkan dirinya sebagai salah satu aktor Indonesia yang selalu dinanti-nanti.
Maka perjalanan karir Chicco layak deh diperbincangkan. Yuk, kita intip sekelumit dari perjalanan karir Chicco Jerikho mulai dari ia tampil di publik hingga sekarang.
Artikel terkait: Kiat sukses untuk semua jenis karir
- Ingin Karir Melesat? Lakukan 5 Hal Ini untuk Membantu Sukses
- Seringlah Bergaul dengan Jenis Orang Seperti Ini Kalau Mau Sukses
- Apa Pentingnya Integritas dalam Capai Kesuksesan?
Mengawali karir dari wajah sampul
Kamu yang kelahiran 80 dan 90-an, pasti kenal dengan majalah remaja yang ngetop banget di era 2000 awal ini, Aneka Yess! Nah, karir Chicco di industri hiburan dimulai dari sini, saat dia menjadi pemenang Cover Boy Aneka Yess! pada tahun 2000. Selain jadi cover boy, Chicco juga menyabet Juara 1 Pemilihan Wajah Remaja Revlon Indonesia pada masa itu.
Mulai dapat tawaran bermain sinetron dan ngetop dari “Cinta Bunga”
Sukses menjadi pemenang cover boy majalah remaja paling ngetop, tentu saja kesempatan Chicco menjajaki karir semakin terbuka. Namun, bukan berarti dalam waktu cepat. Pria dengan darah Thailand ini baru memulai debutnya di dunia sinetron pada 2005 di sinetron berjudul “Cewek-Cewek Badung”. Berlanjut di 2007 dengan “Cinta Bunga” dengan lawan main Laudya Chinta Bella. Sinetron ini mendulang sukses.
Petualangannya berlanjut ke sinetron-sinetorn lainnya seperti Bayu Cinta Luna (2009), Taxi (2009 – 2010), Aishiteru (2010), dan Putri Nabila (2012). Kalau dihitung-hitung, dalam kurun waktu 2005 – 2012, Chicco membintangi nggak kurang dari 12 judul sinetron! Produktif banget ya?
Merambah ke panggung layar lebar dengan “Lawang Sewu – Dendam Kuntilanak”
Nggak puas bermain di layar kaca saja, Chico juga menjejakkan kaki di dunia layar lebar. Pada 2007, ia membintangi film pertamanya yaitu film horor berjudul “Lawang Sewu – Dendam Kuntilanak”. Perannya saat itu memang nggak begitu besar. Tapi, bukankah selalu ada yang pertama untuk segalanya, kan? Di 2008, Chicco juga membintangi dua judul film lain, yaitu “In The Name of Love” dan “Merem Melek”.
Sempat vakum
Sempat vakum beberapa tahun gara-gara urusan asmara, Chicco ternyata nggak betah juga nih kelamaan patah hati dan nggak produktif. Alhasil, tahun 2014, ia pun hadir kembali di layar lebar dengan produksi film arahan Angga Dwimas Sasongko, yang berjudul”Cahaya dari Timur – Beta Maluku”.
Difilm yang berseting kota Ambon, Chicco tampil dengan total sebagai Sani Tawainella, mantan pesepakbola yang berjuang mati-matian untuk anak-anak sepak bola didikannya. Nggak sia-sia, akting Chicco berbuah manis dengan berhasil memboyong Piala Citra 2014 untuk Aktor Pemeran Utama Terbaik. Pada 2015, ia kembali membawa pulang titel Pemenang Pemeran Utama Pria Terfavorit dan Pemeran Utama Pria Terbaik dari Indonesian Movie Awards 2015. Salut!
Chicco menjadi karakter favorit di film adaptasi novel best-seller di Indonesia!
Kedalaman karakter dan akting Chicco terus diasah dengan bermain diberbagai film layar lebar Indonesia. Setahun setelah “Cahaya dari Timur”, Chicco diberikan kepercayaan untuk menjadi sosok Ben, barista nan complicated dari film adaptasi novel Dee yang berjudul “Filosofi Kopi”.
Akting yang ciamik, ditambah perawakan yang benar-benar pas dengan karakter Ben di novel, film ini tentu saja booming di pasaran. Di tahun yang sama, Chicco juga kembali membintangi film adaptasi novel berjudul “Negeri Van Oranje” yang berseting di Belanda. Di sini, Chicco beradu akting dengan aktris Tatjana Saphira dan Arifin Putra.
Produktif di tahun 2016, bintangi 4 judul film
Seakan ingin melampaui prestasi di 2015 dengan dua judul film, maka di 2016 Chicco terpacu semakin lebih produktif. Terhitung, ia membintangi 4 judul film di tahun 2016. Mulai dari “Surat dari Praha”, di mana ia kembali bertemu dengan Julie Estelle dan Rio Dewanto; kemudian “Aach… Aku Jatuh Cinta!” dengan Pevita Pearce; dan dua judul filmnya yang lain adalah “A Copy of My Mind” dan “Surat Cinta untuk Kartini”. Hebatnya, keempat film ini hits dan laris dipasaran.
Perjalanan Chicco di industri tanah air hiburan tentunya masih panjang. Kesuksesan Chicco di 15 tahun perjalanan karirnya tentulah bukan sesuatu yang instan, ya. Jika dikulik lebih dalam, pasti deh Chicco juga mengalami jatuh bangun yang dialami dan menjadikannya lebih hebat. Kamu pun, jika setekun Chicco pasti bisa kok menjadi aktor Indonesia yang sukses! Tertarik mencoba?
Artikel terkait: Sosok sukses inspiratif