Inspirasi dan Edukasi Finansial dari Amar Bank – Banyak investor kelas kakap yang bilang kalau bulan Desember adalah waktunya window dressing, tapi kenapa mayoritas harga saham turun hingga pertengahan Desember tahun ini, ya?

 

Indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang signifikan selama bulan Desember 2022. Hingga penutupan harga saham, Jumat (16/12/2022), IHSG berada di posisi 6.812,19, turun 3,81 persen selama sebulan terakhir.

 

Selama 12 hari perdagangan bursa, IHSG berada di posisi hijau hanya sebanyak tiga kali yakni pada minggu ketiga menjelang penutupan akhir tahun.

 

Apa yang sebenarnya terjadi pada bursa saham dalam negeri? Mengapa mayoritas harga saham mengalami penurunan beberapa hari terakhir?

 

Kalkulator Finansial Swara

 

Fenomena ‘Window Dressing’ Tidak Terjadi Tahun Ini?

 

Window dressing adalah istilah dalam dunia saham yang cukup populer bersamaan dengan santa claus rally. Fenomena ini terjadi dimana harga saham cenderung mengalami peningkatan pada bulan Desember, khususnya pada minggu terakhir menjelang pergantian tahun.

 

Strategi ini biasanya terjadi sebagai suatu strategi yang digunakan banyak manajer investasi untuk mendongkrak performa portofolionya agar terlihat bagus di mata klien dan pemegang saham.

 

Karena salah satu matriks kinerja portofolio dari perusahaan manajemen investasi umumnya dilaporkan secara year-to-date (mulai dari hari pertama pembukaan pasar di awal tahun hingga penutupan hari bursa di akhir tahun), makanya fenomena ini biasanya terjadi pada bulan Desember.

 

Sayangnya, banyak investor yang meragukan hal ini terjadi pada tahun ini melihat kecenderungan harga saham terus turun dalam dua minggu pertama bulan Desember 2022.

 

Spekulasi yang tersebar adalah fenomena ini terjadi seiring dengan ramalan akan terjadinya resesi 2023. Benarkah begitu?

 

3 Penyebab Dasar Mengapa Harga Saham Turun

 

saham turun
Unsplash

 

Kenapa saham turun? Sebenarnya, ada banyak sekali sentimen negatif yang mempengaruhi pergerakan harga saham beberapa hari terakhir yang menjadi penyebab saham turun. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

 

1. Koreksi pasar saham global

 

Pergerakan IHSG cenderung mengikuti fenomena yang terjadi di pasar global seperti di bursa Amerika Serikat dan Asia-Pasifik. Terpantau, bursa global pun cenderung mengalami koreksi selama awal Desember ini. 

 

2. Kebijakan bank sentral yang dianggap belum menguntungkan investor

 

Tiga bank sentral yang berpengaruh yakni bank sentral Amerika Serikat (The Fed), bank sentral Eropa (Europe Central Bank) dan bank sentral Inggris (Bank of England), memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya yang membuat investor belum tertarik untuk menempatkan dana pada instrumen berisiko tinggi seperti saham.

 

3. Aliran dana yang lebih banyak keluar 

 

Dari dalam negeri, beberapa emiten dengan kapitalisasi besar mencatatkan lebih banyak transaksi penjualan dibandingkan pembelian yang secara langsung mempengaruhi pelemahan IHSG.

 

Lalu, bagaimana cara bijak untuk menanggapi hal tersebut? Apakah harus cut loss, hold atau buy saham di kondisi seperti saat ini?

 

Baca juga: Kupas Tuntas Pembahasan Investasi Saham bagi Pemula

 

Saham Turun, Apa yang Harus Dilakukan?

 

saham turun
unsplash

 

Karena saat ini kita masih berada di pertengahan bulan Desember, sebenarnya belum dapat dipastikan kalau window dressing tidak akan terjadi.

 

Bisa saja pergerakan IHSG menguat signifikan pada minggu akhir bulan Desember atau bahkan hari terakhir perdagangan bursa tahun ini yakni 30 Desember 2022.

 

Jadi, cara bijak untuk menanggapi pergerakan saham pada bulan Desember ini adalah:

 

1. ‘Serok’ Saham Bertahap

 

Harga saham turun adalah peluang yang mungkin tidak sering akan terjadi. Jadi, strategi terbaik yang bisa kamu lakukan adalah ‘serok’ saham incaran pada harga terendah dengan cara membelinya secara bertahap.

 

Misalnya, jika kamu memiliki yang Rp200 ribu untuk membeli saham incaran dan mendapati harga saham incaran kamu sudah berada di posisi terendah yakni Rp120, kamu bisa ‘bid’ harga dengan alokasi dana lebih kecil dulu misalnya 3 lot.

 

Sehingga dana yang kamu keluarkan hanya sebesar Rp36 ribu, secara bertahap kamu bisa mengalokasikan lebih banyak dana jika harganya terus turun seperti 5 lot saat harganya Rp110, dan 10 lot saat harganya Rp100.

 

Dengan demikian, rata-rata pembelian kamu bisa jadi mendekati harga terendah yang kamu bid.

 

2. Melihat Perkembangan Pasar

 

Salah satu strategi yang bisa kamu lakukan adalah dengan melihat dulu perkembangan pasar sebelum memutuskan untuk membeli saham incaran, menjual saham yang merugi atau menguntungkan, dan menahan saham yang kamu miliki.

 

Pada dasarnya naik turunnya harga saham adalah hal yang lumrah terjadi. Jadi, kamu harus lebih jeli lagi menganalisa pergerakan saham incaran kamu.

 

Pastikan untuk tahu apakah pergerakannya yang volatile hanya sementara, atau bisa berlangsung dalam jangka menengah atau panjang.

 

3. Menghindari Spekulasi Pasar

 

Pastikan kamu mengambil keputusan investasi berdasarkan riset atau analisa pribadi yang tidak didasari oleh perkembangan spekulasi pasar. 

 

Hanya karena harga saham satu emiten melonjak dalam satu waktu, bukan berarti harganya akan terus menguat dalam jangka panjang.

 

Pada dasarnya, saham akan selalu melihat potensi ke masa depan (forward-looking). Misalnya, harga saham sektor batu bara yang menguat beberapa bulan terakhir bisa saja terkoreksi beberapa bulan ke depan akibat sentimen negatif yang terjadi di Eropa.

 

Idealnya, kamu harus mengerti model bisnis suatu perusahaan terbuka dan mengetahui kinerja fundamentalnya melalui pengamatan melalui laporan keuangan. Hindarilah saham yang menguat sesaat hanya berdasarkan rekomendasi teknikal belaka. 

 

4. Membeli Saham Emiten Potensial

 

Di kondisi pasar yang terkoreksi seperti sekarang, pastikan untuk hanya membeli saham yang memiliki potensi kenaikan harga dalam jangka panjang.

 

Terkadang emiten potensial mengalami pergerakan saham turun karena gejolak yang terjadi di pasar, bukan karena kinerja fundamentalnya tidak baik.

 

Baca juga: Apa Itu Saham Blue Chip dan Contohnya untuk Jangka Panjang

 

Salah satu emiten yang sahamnya berpotensi menguat adalah PT Bank Amar Indonesia Tbk. (Amar Bank). Pada kuartal III/2022, AMAR membukukan peningkatan pendapatan bunga bersih sebesar 66 persen secara tahunan menjadi Rp501,84 miliar. Total asetnya mencapai Rp3,7 triliun, dengan total pinjaman sebesar Rp2,14 triliun.

 

Beberapa analis bahkan merekomendasikan beli saham AMAR karena proyeksi penyaluran pembiayaan yang akan terus tumbuh pada 2023. AMAR sendiri memang terus fokus pada pengembangan platform pinjaman digital yakni Tunaiku dan tabungan online Senyumku yang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan perseroan.

 

Nah, pertanyaan selanjutnya, saham turun, beli atau jual? Semua keputusan akan kembali lagi ke kamu sebagai investor. Momentum saham turun ini bisa menjadi peluang atau hambatan tergantung dari analisa bijak yang kamu lakukan.