Fenomena kekerasan seksual di tingkat perguruan tinggi saat ini marak terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Mahasiswa sebagian besar adalah siswa yang merantau dan jauh dari orang tua.
Kehidupan mereka lebih bebas karena mereka hidup sendiri tanpa pengawasan orang tua. Pilihan hidup merantau memang menimbulkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Dampak positifnya adalah, seorang mahasiswa atau mahasiswi dapat belajar untuk hidup mandiri dan menyiapkan segala keperluannya sendiri.
Mereka juga belajar untuk mengalokasikan waktu dan kebutuhan finansial seefektif mungkin sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia.
Akan tetapi, pilihan merantau di kalangan mahasiswa juga dapat menimbulkan banyak dampak negatif.
Pergaulan yang tidak terkontrol, karena jauh dari orang tua dan terkadang pemilik kos juga acuh terhadap anak kosnya, mahasiswa rantau tersebut cenderung hidup bebas dan seenaknya sendiri.
Teman-teman yang sekiranya cenderung mengajak ke perilaku negatif dianggap sesuatu yang keren dan ikut terbawa olehnya.
Usia mahasiswa sendiri umumnya adalah 18 ke atas. Proporsi usia remaja di Indonesia menunjukkan angka yang besar yaitu melebihi seperempat dari jumlah keseluruhan penduduk di Indonesia.
Diperkirakan terdapat sekitar 64 juta penduduk atau sekitar 28,94% dari sejumlah 222 juta penduduk Indonesia pada tahun 2000 hingga 2025. Oleh adanya dorongan seksual, perilaku remaja saat ini diarahkan untuk mulai menarik perhatian lawan jenisnya.
Bahkan dalam rangka mencari pengetahuan tentang seks, beberapa remaja mencoba melakukan kegiatan seksual dengan terbuka dan bereksperimen untuk menjalani kehidupan seksual melalui proses berpacaran (Syamsul dan Winarti, 2010).
Melalui pacaran, remaja-remaja mengekspresikan bentuk perasaan mereka dalam perilaku yang menuntut kearah keintiman fisik.
Kegiatan yang dilakukan untuk mengekspresikan perasaan mereka dengan melakukan adegan ciuman, menyentuh bagian sensitif, bercumbu dan lain sebagainya.
Terkadang sejumlah pasangan memiliki perbedaan usia yang cukup jauh atau maturity gap yang jauh.
Perbedaan usia yang sangat signifikan dapat menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang. Kematangan seksual di usia remaja menjadi pemicu meningkatnya minat seksual serta dorongan melakukan perilaku seksual.
Fenomena sebutan “ayam kampus” mungkin sudah tidak asing di telinga masyarakat. Julukan “ayam kampus” merujuk pada mahasiswi dengan pekerjaan seperti PSK (pekerja seks komersial).
Status mahasiswi menjadikan gelar PSK tidak disematkan, pada dasarnya pekerjaan yang dilakukan adalah sama. Fenomena ayam kampus memiliki analogi seperti fenomena gunung es, dimana bagian permukaan terlihat atau nampak sedikit sedangkan di bagian yang tak terlihat lebih banyak.
Hal tersebut karena praktik pelacuran tidak dapat dilihat dengan kasat mata di kehidupan kampus (Saputra dalam Rimawati, 2010).
Pemikiran Longmore dalam Rimawati (2010), perilaku manusia pada umumnya yang bersifat simbolik.
Makna simbolik itu sendiri adalah berhubungan dengan seksualitas mempengaruhi seseorang berpikir mengenai diri seseorang itu sendiri, bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain dan bagaimana orang lain berpikir berhubungan dengan seseorang.
Perilaku remaja yang dipaparkan sangat miris. Berbagai penyakit kelamin banyak ditimbulkan dari hubungan seksual. Selain itu juga berdampak pada psikologi mahasiswa seperti menimbulkan dampak depresi (Wanufika, 2019).
Dalih rasa penasaran terhadap seksual tidak menjadi pembenaran bagi mahasiswa atau pun mahasiswi untuk melakukan tindakan seksual di luar nikah bahkan hingga kekerasan seksual.
Pendidikan dan wawasan seksual yang diberikan kepada mahasiswa seharusnya dapat mengubah pandangan dan pemikiran dari mahasiswa. Sebagian besar mahasiswa menilai bahwa seks adalah sesuatu yang tabu.
Padahal sejatinya seks sendiri memiliki makna sebagai jenis kelamin. Dalam penerapan edukasi seks pada remaja juga melibatkan peran orang tua dalam keluarga.
Semisal kehidupan sehari-hari, orang tua sebaiknya juga lebih terbuka kepada anak, sehingga anak mendapatkan arahan yang sesuai apabila mereka merasa penasaran dengan perilaku seks dan justru tidak mencari jawaban dengan cara yang salah.
Selain itu, mahasiswa juga perlu tahu mengenai usia ideal untuk menikah dari segi kesehatan agar tidak marak pernikahan usia dini yang berujung pada perceraian (Wanufika, 2019).
Swara Kamu merupakan wadah untuk menyalurkan inspirasi, edukasi, dan kreasi lewat tulisanmu. Kamu bisa menyampaikan pendapat, pemikiran, atau informasi menarik seputar finansial dan karier. Setiap artikel Swara Kamu menjadi tanggung jawab penulis karena merupakan opini pribadi penulis. Tim Swara tidak dapat menjamin validitas dan akurasi informasi yang ditulis oleh masing-masing penulis.
Ingin ikut berbagi inspirasi? Langsung daftarkan dirimu sebagai penulis Swara Kamu di sini!