Suatu karya merupakan wujud seni dari seorang pencipta yang kehadirannya patut untuk diberikan apresiasi dan dihargai. Di era globalisasi seperti sekarang ini, berbagai bentuk karya cipta dapat dengan mudah ditemukan melalui media digital karena ruang lingkupnya luas, meliputi ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

 

Hak cipta merupakan hak yang melekat dalam diri seseorang atau badan hukum atas segala sesuatu yang menjadi ciptaannya. Hak cipta merupakan hak yang diakui keberadaannya di seluruh dunia, bahkan Indonesia juga ikut meratifikasi berbagai ketentuan-ketentuan terkait Hak Cipta.

 

Pada tingkat internasional, Indonesia ikut serta menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayan Intelektual) yang selanjutnya disebut dengan TRIPs.

 

Kemudian Indonesia meratifikasinya ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997.

 

Juga termasuk World Intellectual Property Organization Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997, serta World Intellectual Property Organization Performances and Phonograms Treaty (Perjanjian Karya-Karya Pertunjukan dan Karya-Karya Fonogram WIPO) melalui Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2004.

 

Selanjutnya, melalui pertimbangan bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait, maka dibentuklan suatu aturan perundang-undangan yang mengatur tentang Hak Cipta yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

 

Undang-undang tersebut, atas dasar kepentingan nasional serta memperhatikan pertimbangan-pertimbangan keseimbangan hak dan kewajiban antara Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau Pemilik Hak Terkait dengan masyarakat, juga memperhatian ketentuan terkait Hak Cipta dalam perjanjian internasional, diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

 

Di Indonesia, objek hak cipta termasuk sebagai dasar pembangunan ekonomi kreatif nasional. Hal ini sejalan dengan perkembangan industri kreatif yang semakin tahun makin berkembang dan bernilai besar, yang kemudian didukung oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media pengenalan dan penyebarluasan.

 

Namun, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi juga turut membawa dampak negatif dengan membuka peluang besar bagi siapapun untuk dengan mudah melakukan tindakan pelanggaran Hak Cipta.

 

Beberapa Objek Ciptaan yang dilindungi oleh UU Hak Cipta meliputi: buku, potret/gambar, karya tulis, lagu dan/atau musik, karya seni rupa berupa lukisan/gambar, karya arsitektur, peta, karya fotografi, karya sinematografi, dan lain-lain.

 

UU Hak Cipta juga menegaskan bahwa didalam Hak Cipta terdapat unsur hak moral dan hak ekonomi yang melekat dalam diri Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau Pemilik Hak terkait. untuk itu, melakukan pelanggaran hak cipta juga berarti melanggar hak moral dan hak ekonomi.

 

Kedua unsur ini berperan sangat penting dalam pembangunan kreatifitas serta pembangunan ekonomi kreatif nasional. Hal ini dikarenakan kedua unsur ini menjadi motivasi kuat bagi seorang Pencipta dalam menciptakan suatu karya.

 

Hak ekonomi sebagai salah satu unsur dalam Hak Cipta merupakan apresiasi berupa penghargaan atau pemberian nilai terhadap suatu karya ciptaan yang diberikan kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau Pemilik Hak Terkait.

 

Untuk itu, apabila hak ini dilanggar, maka ada kejahatan ekonomi yang mengikutinya. Hal ini dapat terlihat melalui sebuah contoh, apabila seseorang menggunakan tanpa ijin Foto/Gambar orang lain dan kemudian mencetaknya ke dalam bentuk poster yang kemudian dijual secara komersial, maka akan ada keuntungan yang didapat oleh seseorang tersebut.

 

Namun orang lain yang adalah Pemilik Hak Cipta atas Foto/Gambar tersebut tidak mendapatkan keuntungan apapun atas penjualan Foto/Gambarnya, maka hal ini termasuk dalam kejahatan ekonomi.

 

Sanksi atas unsur pidana yang terdapat dalam pelanggaran Hak Cipta dapat ditemukan dalam Pasal 113 ayat (1)  UU Hak Cipta yang menegaskan bahwa  “Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).”

 

Pelanggaran Hak Cipta termasuk dalam Kejahatan Ekonomi karena melanggar hak ekonomi atas suatu karya. Melanggar Hak Cipta atas suatu karya berarti turut merasakan keuntungan ekonomi atas pemakaian karya tersebut secara illegal tanpa menghargai Pencipta aslinya.

 

Jika terus dibiarkan, seluas apa dampak apa yang dihasilkan dari kejahatan ekonomi seperti ini? Karena hal-hal terkait Pelanggaran Hak Cipta inilah yang kemudian mengikis motivasi para Pencipta untuk berkreasi, yang jika dibiarkan terus-menerus maka akan berdampak pada perkembangan ekonomi kreatif nasional di Indonesia.

 

Swara Kamu merupakan wadah untuk menyalurkan inspirasi, edukasi, dan kreasi lewat tulisanmu. Kamu bisa menyampaikan pendapat, pemikiran, atau informasi menarik seputar finansial dan karier. Setiap artikel Swara Kamu menjadi tanggung jawab penulis karena merupakan opini pribadi penulis. Tim Swara tidak dapat menjamin validitas dan akurasi informasi yang ditulis oleh masing-masing penulis.

 

Ingin ikut berbagi inspirasi? Langsung daftarkan dirimu sebagai penulis Swara Kamu di sini!