TUNAIKU.COM – Pagi ini memulai hari dengan membaca postingan seorang teman di sosial media. Lumayan terharu sih karena teman saya ini memilih untuk pulang ke kampungnya di pedalaman Riau setelah lulus kuliah di Jogja. Alasannya sungguh mulia, dia ingin mengajar anak-anak di desanya yang memang masih terbelakang dalam hal pendidikan.

 

Membaca postingan teman tadi membuat saya berpikir, sebenarnya bagaimana pendidikan yang didapat anak-anak di pedalaman? Kalau ternyata teman saya istilahnya harus ‘beraksi sendiri’, apakahs saran dan prasana pendidikan yang disedikan pemerintah masih sangat kuarang?

 

Hal ini juga membuat saya jadi berpikir lebih jauh soal kesejahteraan anak di Indonesia. Soalnya selain soal pendidikan saya juga masih sering membaca berita soal kekerasan pada anak dan bahkan masih adanya gizi buruk di beberapa wilayah Indonesia.

 

Makanya di hari ini, 23 Juli 2017 yang diperingati sebagai Hari Anak Nasional, saya ingin mencoba berbagi kegusaran saya tentang kesejahteraan anak di Indonesia. Sebagai bahan berpikir untuk saya dan untuk semua pihak yang (seharunya) lebih peduli terhadapa kesejah teraan anak di Indonesia, karena anak-anak kita pun termasuk ke dalamnya. Apalagi saya merasa kesejahteraan anak di Indonesia masih mengkhwatirkan. Ini beberapa fakta yang bisa saya bagi.

 

Artikel terkait: Atasi masalah finansial untuk anak

  1. Uang Pangkal Sekolah Anak Selangit? Pakai Pinjaman Tunaiku!
  2. Para Orang Tua, Apa Hal yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Memilih Sekolah Anak?
  3. Sadari Pentingnya Orang Tua Mengajari Anak Mengelola Keuangan Sejak Dini

 

1. Gizi buruk masih saja menghantui

Jika bicara masalah kesehatan anak-anak, salah satu yang jadi perhatian adalah masalah gizi buruk. Kamu mungkin nggak langsung kepikiran karena toh anak-anak kecil di sekitar rumahmu nggak ada yang mengalami gizi buruk. Tapi coba deh kamu amati berita yang beredar. Di kutip dari Tribunnews.com, di Kabupaten Berau, pedalaman Kalimantan Timur tercatat ada 22 kasus gizi buruk sepanjang tahun 2016. Jumlahnya bahkan meningkat dari tahun 2015 yaitu 21 kasus.

Dalam kasus di Kabupaten Berau ini pemerintah mengklaim bahwa masalah gizi buruk bukan disebabkan karena faktor kemiskinan, melainkan cenderung pada kurangnya kesadaran masyarakat. Para ibu khususnya, belum menyadari pentingnya membawa anak-anak mereka ke posyandu guna memantau tumbuh kembangnya.

Selain posyandu yang digalakkan di desa-desa, pemerintah melalui Kemenkes memang tengah menyelenggarakan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan balita, namun saya praktiknya di lapangan masih kurang efektif. Kenapa? Kendalanya sama seperti posyandu. Kurangnya kesadarana masyarakat bahwa hal ini dibutuhkan.

Sosialisasi tentang gizi dan kesehatan anak memang biasanya diberikan lewat kegiatan di posyandu, namun kalau orang tuanya sendiri malas ke posyandu kan jadinya percuman. Mungkin akan lebih baik kalau pemeinta, dalam hal ini Kementrian Kesehatan, bekerja sama dengan seluruh aparat petugas desa untuk giat atau secara intensif mengadakan penyuluhan tentang pentingnya datang ke posyandu da menerima PMT ada seluruh keluarga yang di desanya. Kalau perlu diwajibka dan dilakukan pendekatan secara intensif.

 

2. Angka kekerasan terhadap anak masih tinggi

Mungkin kamu berpikir bahwa hal-hal yang kaitannya dengan hukum hanya identik dengan orang dewasa, bukannya anak-anak. Tapi, tahu nggak bahwa data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2016 yang dikutip dari Kompas.com, bahwa 3.581 kasus pengaduan masyarakat terkait pelanggaran hak anak.

Kasus tersebut meliputi kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) sebanyak 1.002 kasus, kasus terkait keluarga dan pengasuhan sebanyak 702 kasus, kejahatan anak dalam cyber crime 414 kasus, dan pelanggaran anak dalam pendidikan 328 kasus, ini termasuk masalah bullying oleh sesama siswa atau kekerasan oleh guru.

Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan dua kasus bullying yang cukup menyita perhatian publik. Yaitu, kasus mahasiswa berkebutuhan khusus di Universitas Gunadarma dan kasus bullying siswi SD di Thamrin City, Jakarta Pusat. Keduanya jadi gambaran bahwa perlindungan terhadap anak masih minim. Kampus dan sekolah yang seharusnya jadi tempat mereka mendapatkan pendidikan juga perlindungan justru jadi tempat mereka mendapatkan pelanggaran hukum.

Nggak hanya itu, pelecehan dan kekerasan seksual juga jadi momok menakutkan yang banyak mengancam anak-anak di Indonesia. Baik di lingkungan sekolah atau pun keluarga. Seperti yang dilansir oleh Liputan6.com tahun lalu, berdasarkan data KPAI, pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia dari tahun 2013 ke tahun 2014 meningkat 100 persen. Baik yang menjadi korban atau pun pelaku.

Menurut sekretaris KPAI, Rita Pranawati, modus kejahatan seksual pun makin beragam dan aneh. Dan kasusnya makin meningkat karena dukungan dari kemajuan teknologi juga kurangnya pengetahuan orangtua dalam dalam mengasuh dan mendidik anaknya, karena kesibukan dan lingkungan pergaulan anak yang nggak terawasi.

Mungkin masih ingat ketika Maret lalu, jaringan pedofil atau sindikat pornografi anak yang sempat viral di Facebook. Dengan bantuan netizen yang melacak dan mengumpulkan bukti lalu melaporkannya pada polisi, akhirnya Polda Metro Jaya berhasil menangkap sindikat pedofil Official Candy’s Group tersebut.

Kalau kamu sempat melihat bukti screen shot percakapan mereka yang dibuat banyak netizen sebagai bukti, duh, mengerikan sekali deh. Ternyata korban mereka juga banyaknya adalah anak-anak kerabat yang ada di lingkungan terdekat mereka. Makanya untuk kamu para orang tua, wajib lebih berhati-hati saat ingin menitipkan anakmu pada orang lain, sekalipun itu orang yang kamu kenal ya.

 

Artikel terkait: Solusi bagi tumbuh kembang anak

  1. 5 Hal yang Perlu Kamu Tahu tentang Day Care (Tempat Penitipan Anak)
  2. Supaya Anak Nggak Gampang Sakit di Musim Hujan Seperti Ini, Yuk Terapkan 5 Tips Praktis Berikut
  3. Wahai Orang Tua, Pola Asuhmu Memengaruhi Kebahagiaan dan Jumlah Penghasilan Anakmu Kelak

 

3. Pendidikan anak masih harus diperjuangkan

Beberapa tahun lalu, masyarakat Indonesia terhipnotis dengan cerita novel yang kemudian sukses difilmkan, Laskar Pelangi. Di situ diceritakan betapa memprihatinkannya kondisi SD Muhammadiyah di Belitung yang sangat memprihatikan.

Memang latar belakang cerita itu sudah lama sekali, yaitu saat sang penulis Andrea Hirata masih SD (Andrea kelahiran tahun 1967). Tapi justru yang menyedihkan adalah, sampai sekarang, cerita seperti itu masih ada.

Masih banyak daerah-daerah terpencil di Indonesia, khususnya di daerah terluar di Indonesia yang kondisi pendidikannya masih memprihatinkan seperti itu. Bukan hanya soal sekolah yang sangat jelek, tapi bahkan masih ada satu desa yang nggak punya sekolah, sehingga anak-anaknya harus pergi ke desa lain untuk bisa sekolah.

Seberapa sering kamu melihat berita tentang perjuangan anak-anak di daerah pedalaman yang untuk sekolah saja harus berjalan kaki berjam-jam atau bahkan berenang menyeberangi sungai? Atau anak-anak jalanan yang lebih sering berkeliaran di jalan mencari uang daripada masuk sekolah?

Dikutip dari Jawapos.com, data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada 2015-2016 mencatat ada 946.013 siswa lulus SD yang ternyata nggak mampu melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah (SMP). Rata-rata siswa yang akhirnya putus sekolah adalah mereka yang tinggal di pedalaman. Bukan lagi sekedar biaya sekolah, karena untuk sekolah negeri sudah gratis untuk SD, SMP bahkan hingga SMA/SMK di beberapa daerah. Tapi karena kesulitan akses menuju SMP yang biasanya letaknya di pusat kecamatan atau kabupaten membuat mereka memilih berhenti bersekolah.

Sangat disayangkan bukan? Soalnya pendidikan bagi sebuah bangsa itu penting sekali, agar nggak mudah dibodohi dan pastinya nggak tertinggal oleh negara lainnya. Saat kamu nggak punya pendidikan yang layak, kamu akan sulit mencari penghasilan yang akhirnya menyebabkan kamu terjerumus ke jurang kemiskinan dan kurang terdidik juga dalam hal kesehatan. Begitu terus seperti sebuah ‘lingkaran setan’.

 

Apakah paparan di atas membuat kamu khawatir dan miris, sama seperti saya? Kalau ya, daripada hanya bisa menyalahkan pemerintah dan ngomel ini itu, nggak ada salahnya kita ikut bergerak juga seperti teman saya yang asal Riau itu. Saya atau kamu bisa lho ikut andil demi meningkatkan kesejahteraan anak-anak Indonesia. Di mulai dari hal yang paling mudah dan dekat saja.

 

Misalnya kamu yang sekarang masih mahasiswa, bisa berbagi banyak pengetahuan melalui penyuluhan tentang kesehatan, pendidikan hingga perlindungan anak saat mengikuti program KKN ke daerah-daerah terpencil di Indonesia. Atau kalau kamu sangat peduli akan perlindungan hukum terhadap anak, kamu bisa jadi relawan di LSM yang fokus menangani anak dengan masalah hukum. Begitu juga untuk masalah pendidikan, ada program Indonesia Mengajar atau Seribu Guru yang bisa kamu ikuti.

 

Gimana dengan yang nggak punya waktu karena harus bekerja dan mengurus rumah? Tenang, kamu masih bisa menyumbang melalui berbagai organisasi dan LSM asal dipastikan yang terpercaya ya. Atau kalau kamu bisa, usulkan program CSR di perusahaan tempat kamu bekerja untuk lebih memerhatikan masalah kesejahteraan anak ini. Kalau ada keinginan dan mau usaha, pasti ada jalan kok. Semoga ke depannya anak-anak Indonesia akan semakin sejahtera ya.

 

Nah, bagaimana dengan artikel hari ini, Kawan Tunaiku? Semoga bisa bermanfaat buat kamu dan jangan lupa, kamu juga bisa merasakan mudahnya melakukan pengajuan pinjaman di Tunaiku dengan klik di sini!

 

_______________________________________________________________________________________________________

RERE KUSUMORERE KUSUMO