SWARA – Belum lama ini, media sosial diramaikan dengan viralnya kasus bunuh diri seorang investor saham. Menurut berita di media, investor tersebut lompat dari lantai 23 di salah satu apartemen yang berlokasi di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.Â
Sebenarnya, kasus seperti ini bukanlah kasus yang pertama kali terjadi di Indonesia. Sejak bertahun-tahun lalu, sudah pernah ada beberapa kasus serupa yang diberitakan di media.Â
Kasus Bunuh Diri Akibat Saham
Salah satu kasus bunuh diri akibat saham yang paling fenomenal adalah kasus Alex Kearns. Ia adalah seorang trader saham asal Amerika Serikat (AS) yang bunuh diri di bulan Juni 2020 lalu.Â
Saat itu, Alex yang berusia 20 tahun mengalami kerugian di saham mencapai 730,165 dollar AS atau setara dengan kurang lebih Rp10,22 miliar. Sebelum kematiannya, Alex meninggalkan pesan yang menginformasikan mengenai masalah investasinya tersebut.Â
Selain itu, kasus sejenis juga pernah terjadi di Indonesia. Menurut Liputan 6, di tahun 2009, seorang Kepala Cabang dari perusahaan bernama PT Sarijaya Sekuritas Sudirman Jakarta juga pernah bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kondisi perusahaan yang tidak sehat.
Saat itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) memang baru saja membekukan kegiatan operasi perusahaan. Perusahaan tersebut kini sudah ditutup dan tidak beroperasi lagi.
Ada juga kasus lainnya di tahun 2003 yang menimpa Wakil Direktur PT Jasabanda Garta Yulianus Indrayana. Ia dikenal sebagai seorang broker saham dan bunuh diri karena gagal bayar transaksi saham.Â
Kasus-kasus seperti ini menunjukkan bahwa investasi saham bukanlah investasi yang mudah. Ada risiko tinggi yang perlu dipertimbangkan sebelum kamu berani memulai investasi saham.Â
Seperti Apa Risiko Investasi Saham?
Dari semua jenis instrumen investasi, bisa dibilang saham adalah instrumen dengan risiko yang paling tinggi. Karena risikonya tinggi, imbal hasilnya juga tinggi.
Akan tetapi, tidak semua orang bisa berhadapan dengan tingginya risiko ini. Sebelum mulai bermain saham, pahami dulu bahwa ada risiko investasi saham berupa:
-
Risiko ekonomi
Menurut The Balance, kondisi ekonomi negara maupun global bisa memburuk kapan saja. Tidak ada yang bisa dengan pasti memprediksi hal ini. Contohnya seperti penurunan ekonomi yang drastis sejak pandemi Covid-19 melanda dunia di awal tahun 2020 lalu.Â
Penurunan kondisi ekonomi yang tiba-tiba bisa mempengaruhi nilai saham. Bisa saja, sahammu malah mengalami kerugian besar. Hal seperti ini harus kamu jadikan pertimbangan ketika akan memulai investasi saham.Â
-
Risiko inflasi
Inflasi adalah kondisi peningkatan harga yang terjadi secara terus-menerus. Kenaikan harga ini terjadi secara meluas dan ditandai dengan peningkatan harga barang maupun jasa dalam negeri.Â
Risiko inflasi juga menjadi salah satu risiko yang mempengaruhi nilai saham. Akibat adanya inflasi, nilai pendapatan dari investasi sahammu mungkin akan berkurang. Nilai yang besar di masa sekarang bisa saja jadi tampak kecil beberapa tahun ke depan akibat inflasi.Â
-
Risiko ketidaksesuaian dengan profil risiko
Dalam investasi, ada yang disebut dengan profil risiko. Profil risiko ini akan menggambarkan kemampuan kamu dalam mentoleransi risiko, serta seberapa sanggup kamu untuk menghadapi risiko tersebut.Â
Profil risiko dibagi menjadi konservatif, moderat, dan agresif. Karena risiko investasi saham cukup tinggi, maka orang-orang yang sanggup melakukannya hanyalah orang dengan profil risiko agresif.Â
Jika profil risiko yang kamu miliki bukan agresif, kemungkinan besar kamu akan dilanda stres ketika berinvestasi saham. Inilah yang cenderung memicu kasus bunuh diri pada banyak investor dunia.
Masih ada beberapa aspek risiko lainnya yang akan mempengaruhi kegiatan investasi saham. Ingatlah bahwa risiko-risiko tersebut cukup tinggi, sehingga belum tentu bisa kamu jalankan bila tidak sesuai dengan profil risikomu.Â
Cara Bijak Investasi Saham dengan Aman
Kasus bunuh diri karena masalah saham memang bukan hal yang baru. Sebagai investor saham, kamu mungkin perlu mempersiapkan diri untuk mencegah hal ini.Â
Supaya kamu bisa investasi saham secara aman, berikut ini cara bijak yang perlu kamu pertimbangkan:
-
Cari tahu profil risiko
Hal pertama yang harus kamu ingat adalah mencari tahu apa profil risikomu. Memahami profil risiko bisa membantu kamu untuk mengetahui jenis instrumen investasi apa yang cocok untukmu. Bisa saja, saham bukanlah pilihan instrumen yang tepat.Â
Ada banyak situs online yang menyediakan fitur untuk mengukur profil risiko investor secara gratis. Contohnya kalkulator profil risiko yang disediakan oleh Eastspring Investment.Â
Jika kamu ingin mendapatkan informasi yang lebih meyakinkan, kamu bisa berkonsultasi dengan ahli keuangan atau investasi profesional untuk mengetahui apa profil risikomu.Â
-
Jangan sekadar mengikuti sentimen saham
Banyak orang membeli saham hanya karena mengikuti tren sentimen pasar. Misalnya, saat saham di sektor pendidikan sedang mengalami peningkatan, kamu langsung buru-buru mengikuti investor lain untuk memilih saham sektor tersebut.
Menurut CNBC Indonesia, ini adalah hal yang keliru. Kamu tidak bisa sekedar mengikuti tren di masyarakat. Sebagai investor, kamu sendiri harus memiliki pengetahuan mendalam mengenai setiap sektor dan perusahaan, serta efek jangka panjangnya. Jadi, kamu sendiri perlu memperluas pengetahuanmu mengenai kondisi pasar.Â
-
Punya tujuan awal investasi yang jelas
Sebagai investor saham, kamu harus menentukan tujuan investasi sejak awal. Apakah keuntungan investasi mau dipakai untuk mempersiapkan dana pensiun atau keperluan lain? Selain itu, berapa nominal keuangan yang ingin kamu capai dengan investasi saham?
Jika kamu memiliki tujuan awal, kamu akan lebih bijak dan berhati-hati dalam membeli saham suatu perusahaan. Setelah tujuan itu tercapai, kamu bisa membuat rencana dan tujuan investasi yang baru.Â
Investasi saham bukanlah hal yang mudah. Apabila kamu tidak mempersiapkan diri dengan baik, investasi saham bisa mempengaruhi kesehatan mentalmu. Sebaiknya, hindari investasi saham tanpa pertimbangan untuk menghindari kasus bunuh diri seperti yang sedang ramai akhir-akhir ini.