SWARA – Di sejumlah media, Presiden Joko Widodo beberapa kali menyinggung tentang bonus demografi yang akan dimiliki Indonesia pada tahun 2020-2030. Saya pun jadi tertarik untuk mencari tahu lebih jauh soal fenomena ini, terlebih karena tahun yang disinggung Jokowi sudah di depan mata.
Bonus demografi merupakan kondisi di mana populasi angkatan kerja yang berusia 15-64 tahun mencapai 70 persen dari total populasi. Artinya, Indonesia akan memiliki sumber daya manusia pada puncak usia produktif dengan jumlah yang sangat besar.
Karena saya dan kamu bakal terlibat dalam era bonus demografi ini, yuk pahami dulu seperti apa efek fenomena ini dan bagaimana dampaknya bagi perekonomian Indonesia!
Bonus demografi, si pedang bermata dua
Bonus demografi lebih dekat dari yang saya kira. Saat ini, Indonesia sudah mulai menapaki era bonus demografi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016, tercatat bahwa jumlah penduduk usia produktif sudah mencapai 67%. BPS memproyeksikan bahwa puncak bonus demografi akan terjadi pada rentang tahun 2025-2030.
Lantas, apakah bonus demografi harus disambut dengan sukacita, ataukah justru patut diwaspadai? Pasalnya, bonus demografi ternyata nggak cuma memberikan keuntungan, tapi juga bisa menimbulkan bencana.
“Bonus demografi ini bisa menjadi pedang bermata dua, bisa menjadi anugerah jika melahirkan tenaga kerja berkualitas. Jika tidak, akan menjadi bencana kependudukan. Akan menimbulkan pengangguran, kriminalitas dan kemiskinan,” ungkap Surya Chandra Surapaty, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dikutip oleh Detik.com.
Artikel terkait: Ingin makin sukses berkarier?
- Benarkah Popularitas di Kantor Mempengaruhi Karier dan Kesuksesanmu?
- Inilah Pentingnya Personal Branding Bagi Kesuksesan Kariermu!
- Ini 13 Kebiasaan yang Sering Dilakukan Orang Sulit Sukses
Belajar mengelola bonus demografi yang dialami negara lain
Jika SDM yang nantinya tersedia bisa dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, bukan nggak mungkin Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dan naik kelas menjadi salah satu negara maju, lho. Kita bisa belajar dari beberapa negara yang sudah pernah mengalami fenomena ini, seperti Jepang dan Korea Selatan.
Jepang mengalami bonus demografi pada tahun 1950-an, di mana saat itu jumlah penduduk usia produktif mencapai 59%, usia 0-14 tahun 35%, dan usia di atas 65 tahun sebesar 6%. Bonus demografi tersebut berhasil mengantarkan Jepang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia saat itu, setelah AS dan Rusia.
Korea Selatan juga memanfaatkan bonus demografinya yang terjadi pada tahun 1990 dengan baik. Untuk menyongsong bonus demografi, Korea melakukan beberapa langkah penting, seperti meningkatkan kualitas kesehatan dan menggalakkan KB, meningkatkan mutu SDM lewat perbaikan kualitas pendidikan, serta melakukan perencanaan ekonomi yang komprehensif.
Akibatnya, di akhir era bonus demokrasi pada tahun 2000-an, PDB per kapita Korea Selatan mampu melejit hingga 6,4 kali lebih besar dibanding Indonesia.
Artikel terkait: Mempersiapkan pendidikan anak
- Ini Dia 5 Jenis Investasi yang Tepat Untuk Biaya Pendidikan Anak
- Sri Mulyani: Orang Tua Harus Terlibat dalam Setiap Perjalanan Pendidikan Anak
- Wahai Orang Tua, Pola Asuhmu Memengaruhi Kebahagiaan dan Jumlah Penghasilan Anakmu Kelak
Apa yang perlu dipersiapkan Indonesia untuk menghadapi bonus demokrasi?
Tiga tahun menuju era bonus demografi adalah waktu yang sangat singkat. Artinya, pemerintah harus ngebut agar Indonesia mampu memanfaatkan potensi bonus demografinya dengan baik. Meski agak terlambat, pemerintah Jokowi sudah memasukkan bonus demografi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Dikutip dari Tirto.id, Sri Moertiningsih Adioetomo, guru besar Ekonomi Kependudukan Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa ada enam elemen yang mesti diperhatikan untuk menikmati hasil dari bonus demokrasi.
“Pertama, mencermati perubahan struktur penduduk. Kedua, menjaga kesehatan ibu dan anak, sejak ibu mengandung hingga anak berusia sekitar dua tahun. Ketiga, investasi di bidang pendidikan dengan keahlian dan kompetensi guna meningkatkan kualitas tenaga kerja.”
“Keempat, kebijakan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja. Kelima, good governance serta prosedur investasi yang sederhana. Dan terakhir, pertumbuhan ekonomi yang diindikasikan dengan jumlah produksi yang lebih besar daripada tingkat konsumsi.”
Menurutnya, keenam elemen ini harus bersinergi satu sama lain. Jika salah satunya macet, maka yang lain juga tidak akan berjalan dengan baik.
Saya juga menggarisbawahi hal-hal yang bisa kita lakukan secara langsung. Buat kamu yang bekerja sebagai karyawan, kamu bakal menghadapi persaingan yang cukup ketat. Makanya, kompetensi harus selalu ditingkatkan. Jangan sampai kamu terlena dengan zona nyaman. Selain itu, pendidikan anakmu juga nggak boleh disepelekan. Pastikan mereka bisa memperoleh pendidikan terbaik agar mampu bersaing di dunia kerja kelak.
Nah, lewat ulasan di atas, mudah-mudahan kamu jadi semakin paham mengenai bonus demografi dan bisa mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
RISANG PRATAMA