SWARA – Namanya investasi, pasti ada risikonya. Bahkan di instrumen seaman deposito sekalipun. Apalagi diinvestasi saham yang tergolong memiliki risiko yang tinggi. Kalau melihat kasus-kasus investasi merugi yang pernah ada, kebanyakan kesalahan terbesar dilakukan oleh sang investor. Mungkin karena pengetahuannya yang belum cukup banyak, atau taktiknya yang kurang jitu.
Kalau kamu benar ingin mulai berinvestasi saham, kamu harus membekali diri dengan pengetahuan yang memadai dan tentunya kesiapan mental dan finansial, ya. Meskipun begitu, kamu nggak perlu takut berinvestasi saham ya. Karena risiko-risiko ini bisa diminimalisir sejak awal, kok. Caranya bagaimana? Kita bahas satu persatu di bawah ya.
Artikel terkait: tips aman berinvestasi
- Begini 5 Tips Ampuh Melakukan Diversifikasi Investasi
- Selain Investasi, Kamu Juga Bisa Dapat Proteksi dari Investasi Unit Link, Ini Penjelasannya!
- Pahami 5 Risiko Ini Sebelum Berinvestasi Unit Link!
1. Jangan pakai ‘uang panas’
Kalau memang mau investasi saham, pastikan bahwa uang yang kamu pakai adalah uang khusus pos investasi saham. Jangan sekali-kali gunakan ‘uang panas’ alias uang untuk pos kebutuhan pokok seperti pendidikan anak, asuransi kesehatan, atau dana beli rumah.
Sumber uang ternyata akan mempengaruhi mentalmu atas investasi saham kelak. Simpelnya, kamu pasti deh akan merasa beban yang lebih berat, harus untunglah, harus balik modal lah, dan lain-lain. Keputusan yang kamu ambil bisa jadi sangat bias dan dibayang-bayangi kekhawatiran berlebih. Kalau memang tidak punya alokasi khusus saham, lebih baik jangan terjun dulu, ya!
2. Perlakukan saham sebagai investasi jangka panjang, bukan jangka pendek
Harga saham biasanya mengalami fluktuasi dalam jangka pendek. Bisa memang banyak, bisa rugi total. Lebih sering tidak sesuai dengan ekspektasi kalau hanya menetapkan dalam jangka waktu satu sampai tiga tahun saja. Tapi, kalau jangka panjang (belasan sampai puluhan tahun) cenderung naik dan kemungkinan harga jual balik lebih tinggi.
Kalaupun kamu punya uang untuk pos investasi, tapi masih ragu terjun ke saham, lebih baik pilih instrumen lain seperti obligasi atau reksa dana, yang fluktuasinya nggak sekejam saham.
3. Batasi diversifikasi saham
Tanam saham, baiknya memang tidak hanya satu bibit. Tapi, bukan berarti semua jenis harus kamu miliki, kan?  Prinsipnya sih seperti ini: lebih baik banyak tahu di sedikit hal, daripada hanya tahu sedikit-sedikit di (terlalu) banyak hal. Saham juga begitu. Diversifikasi saham yang terlalu banyak akan merepotkan, terutama bagi investor ritel. Akan jauh lebih mudah dan hemat energi fokus mengatur 5 – 10 portofolio daripada yang terlalu menyebar.
4. Tetapkan atasan stop loss
Mengantisipasi kerugian besar, kamu harus menetapkan stop loss sesuai dengan profil risiko kerugian yang mampu kamu tanggung. Misalnya, batasan stop loss adalah bila kerugian mencapai maksimal 5% – 10%. Kalau sudah melebih angka ini, kamu harus segera menjualnya sebelum kerugiannya terlalu besar.
5. Tidak mudah tergoda dan termakan rumor
Mudah untuk tergiur berinvestasi dibeberapa start up yang terlihat menjanjikan. Rumor dan janji manis seringkali sengaja disebarkan sebagai upaya misleading. Investasi saham haruslah dilandaskan alasan yang rasional dan perhitungan  yang tepat, jangan berdasarkan spekulasi saja.
6. Tambah portofolio dengan cara averaging down
Averaging Down adalah upaya menambah portofolio saham dengan cara membeli ketika harga sedang turun, sehingga harga rata-rata beli seluruh saham menjadi lebih rendah dari harga beli sebelumnya. Kelak bila harga telah kembali naik, investor bisa menjualnya dan memperoleh keuntungan.
Misalnya, kita membeli saham A di harga Rp 2000 sebanyak 100 lot. Selang beberapa waktu, saham A justru turun 10% menjadi Rp 1800.  Namun, setelah dipelajari sahamnya sekali lagi, ternyata tidak ada peristiwa penting/perubahan fundamental apapun terkait perusahaan. Maka, kita kembali membeli saham A di angka 1800 tersebut sebanyak 100 lot. Alhasil, sekarang kita memegang 200 lot saham A di harga rata-rata 1900.
Nah, karena harga rata-ratanya jadi lebih rendah dibanding sebelumnya (tadinya 2000, kemudian menjadi 1900), maka keputusan untuk membeli lagi saham A pada harga 1900 disebut averaging down.
Para investor memang menyebut strategi ini sebagai salah satu strategi favorit dalam berinvestasi saham. Tentunya, strategi ini akan menguntungkan kalau harga meningkat setelah turun beberapa waktu. Kalau sebaliknya, justru jadi merugi. Satu hal lagi, jika ingin menerapkan averaging down, kamu butuh kemampuan analisis saham yang cukup mumpuni agar bisa membaca prediksinya.
7. Belajar dari pengalaman
Pengalaman adalah guru terbaik, terlebih bagi para investor. Nggak harus dari pengalaman sendiri, kok, bisa jadi dari pengalaman atasan dan rekan yang sudah lebih dahulu terjun. Perhatikan dan amati, saham mana yang mereka beli. Lihat kurva untung-rugi, dan analisis juga penyebabnya supaya ada hikmah yang bisa diambil.
Secara garis besar, sebenarnya saham itu bisa dibagi menjadi tiga kategori, Pertama adalah saham pemenang, yaitu saham yang memberikan penghasilan rata-rata di atas pertumbuhan rata-rata IHSG. Kedua adalah saham rata-tata  yang penghasilan rata-ratanya tidak jauh dengan pertumbuhan rata-rata IHSG. Terakhir, saham yang paling tidak disukai yaitu saham pecundang yang penghasilan rata-ratanya di bawah pertumbuhan IHSG.
Nah, identifikasi investasi saham yang kamu incar, kira-kira masuk golongan yang mana?Selamat bermain saham!
Artikel terkait: Memilih instrumen investasi
- 7 Jenis Investasi Reksadana, Kenali dan Pertimbangkan Sebelum Memulai
- Jenis Investasi yang Bisa Dicoba Untuk Mempersiapkan Masa Pensiun
- Investasi Emas atau Berlian? Ini Perbandingannya Agar Untung Maksimal
Ajukan pinjaman uang tanpa agunan, tanpa kartu kredit hanya di Tunaiku sekarang juga!
Pinjaman dari Rp2-20 juta yang dapat diangsur mulai 6-20 bulan.
WINNY WITRA MAHARANI