Di era globalisasi ini, keterlibatan wanita dalam sektor publik masih menjadi isu hangat terkait wacana gender.

 

Wanita karier dimaknai sebagai wanita yang berkiprah di ruang publik atau menekuni suatu bidang pekerjaan berdasarkan keahlian yang dimilikinya untuk mencapai sebuah kemajuan dalam hidup.

 

Pada zaman dahulu dimana budaya patriarki masih mendominasi, wanita mengalami hambatan, batasan, dan kesulitan  dalam mendapatkan haknya untuk bekerja. Namun seiring dengan makin maraknya gerakan emansipasi wanita, persentase pekerja wanita pun terus meningkat.

 

Badan Pusat Satistik (BPS) mencatat, persentase perempuan yang menjadi tenaga kerja profesional telah mencapai 49,99% pada 2021. Nilai tersebut naik 2,52% poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 48,76%.

 

Hal ini berarti partisipasi wanita semakin aktif secara mandiri dalam menunjang perekonomiannya, baik untuk kebutuhannya sendiri maupun keluarga.

 

Walau di masyarakat masih saja kita jumpai suatu konsepsi bahwa ruang gerak wanita hanya sebatas dalam lingkup domestik bukan publik, namun seiring dengan perkembangan IPTEK serta perkembangan budaya di masyarakat, pola pikir kebanyakan individu menjadi lebih luas sehingga wanita tidak lagi terkurung dalam konsepsi  yang kadaluarsa tadi.

 

Di era globalisasi ini, baik wanita maupun laki-laki sama-sama memiliki hak, peranan, dan kesempatan yang sama untuk dapat berkembang dan berkontribusi di struktur masyarakat modern.

 

Pandangan Masyarakat terhadap Wanita Karier

 

Wanita karier dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yakni pertama, wanita karier yang tidak terikat dengan tali pernikahan, wanita yang tergolong dalam kategori ini dapat dengan bebas menjalankan pekerjaannya tanpa adanya keterikatan dan tanggung jawab dengan siapa pun.

 

Kedua, adalah wanita karier yang terikat dengan tali pernikahan, wanita yang tergolong dalam kategori ini tidak bebas bekerja karena adanya ikatan suami istri serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dari masing-masing pihak.

 

Dalam masyarakat, terdapat pandangan positif dan negatif terkait wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi. Dalam jurnal equalita, sebagian orang memaknai wanita dapat memperoleh apresiasi akan jati dirinya dengan berkarir atau mengemban tugas di luar kehidupan domestiknya.

 

Bagi mereka, wanita yang terjun ke dunia karier bermakna positif, tidak hanya pada kebutuhan wanita itu sendiri, melainkan bagi keluarganya juga.

 

Sedangkan sebagian yang lain menganggap wanita yang bekerja di luar sektor domestik, adalah sesuatu yang negatif. Bagi mereka, wanita yang bekerja di luar sektor domestik dapat merendahkan martabat wanita dan melalaikan tugas-tugas yang seharusnya diembannya, yaitu tugas kerumahtanggaan.

 

Padahal ada beberapa faktor yang menyebabkan wanita memilih untuk menjadi wanita karier. Dalam buku fiqih perempuan kontemporer ; seorang wanita akan terjun di dunia kerja karena didorong oleh faktor pendidikan, di mana pendidikan bisa melahirkan wanita ahli dalam berbagai bidang, yang pada gilirannya mampu meniti karier dalam bidang tersebut; faktor keterpaksaan kondisi dan kebutuhan; faktor kemandirian ekonomi, seperti agar tidak bergantung pada suami; motif mencari kekayaan; motif mengisi waktu luang atau kesenangan; dan motivasi untuk mengembangkan bakat. Yang artinya wanita punya alasan yang melandasinya untuk berkarier di luar rumah.

 

Kita sudah tidak asing lagi dengan istilah independent woman. Istilah tersebut mengacu pada wanita yang cenderung dapat memenuhi segala kebutuhannya secara mandiri.

 

Dalam meraih kesuksesan di kehidupannya baik secara finansial maupun hierarki, wanita akan mengejar tujuan tersebut dengan menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi, lalu mendapatkan pekerjaan yang membuatnya lebih dihargai, dan mendapatkan posisi yang lebih tinggi dalam pekerjaannya.

 

Menjadi seorang wanita karier tentunya merupakan sebuah kebanggan tersendiri, baik dalam aspek aktualisasi diri maupun finansial, karena dapat secara mandiri menghasilkan pundi-pundi rupiah.

 

Fenomena yang terjadi secara umum adalah wanita yang sudah menikah, memutuskan bekerja untuk membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga. Suami yang mungkin berpenghasilan stagnan dan tidak mencukupi membuat para istri memutuskan untuk ikut bekerja di luar rumah.

 

Wanita Double Burden

 

Dari kondisi tersebut dapat dikatakan wanita memiliki peran ganda atau peran yang harus dimainkan ada dua atau lebih, baik dalam sektor publik serta sektor domestik yakni mengurus rumah tangga.

 

Menjadi wanita karier tentunya menghabiskan waktu lebih banyak di luar rumah, yang mana mengurangi waktu kebersamaan bersama keluarga. Tugas yang diemban wanita karier dapat dikatakan berat, mereka dituntut untuk mengatur waktu untuk pekerjaannya di luar rumah dan dalam rumah tangga.

 

Keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak-anak. Tentunya peran atau pendampingan orang tua terutama Ibu dalam mendidik anaknya sangatlah penting agar tidak salah langkah dan berhasil untuk kedepannya.

 

Ada wanita yang berkarier berhasil dalam karir serta keluarganya, tetapi ada juga yang tidak, karena wanita karier tersebut harus berjuang menghadapi konflik yang terus datang dari keluarga maupun dari tempatnya bekerja.

 

Tentunya mereka mempunyai harapan untuk dapat menjalankan peran gandanya dengan maksimal.

 

Pertama, perannya sebagai istri yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan suami, sebagai ibu dari anak, serta sebagai madrasah bagi anak-anaknya sehingga mendukung keberhasilan pendidikannya.

 

Kedua, perannya sebagai wanita karier yang professional yang tentunya tujuan berkarir tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

 

Pandangan Islam terhadap Wanita Karier

 

Lalu bagaimana pandangan Islam mengenai peranan wanita karier?

 

Islam memperbolehkan wanita untuk berkerja di sektor publik, asalkan pekerjaan tersebut tidak menjadikannya terhina. Wanita bisa bekerja di luar rumah, selama pekerjaan itu sesuai dengan tabi’at, spesialisasi dan kemampuannya, serta tidak merusak derajat kewanitaannya.

 

Menurut Yusuf al-Qardhawi tidak ada larangan bagi wanita bekerja atau melakukan aktifitas di luar rumah untuk mengembangkan karirnya asal pekerjaan domestik tidak ditinggalkan, seperti memelihara rumah tangga, hamil, melahirkan, mendidik anak dan menjadi tempat berteduhnya suami guna mendapatkan ketenangan ketika suami datang dari kerja dan kelelahan setelah bersusah payah mencari nafkah.

 

Hal ini menegaskan bahwa keberadaan karier yang melekat pada diri wanita bukan berarti mereka dapat meninggalkan kodratnya sebagai istri dan sekaligus seorang ibu bagi anak-anaknya.

 

Swara Kamu merupakan wadah untuk menyalurkan inspirasi, edukasi, dan kreasi lewat tulisanmu. Kamu bisa menyampaikan pendapat, pemikiran, atau informasi menarik seputar finansial dan karier. Setiap artikel Swara Kamu menjadi tanggung jawab penulis karena merupakan opini pribadi penulis. Tim Swara tidak dapat menjamin validitas dan akurasi informasi yang ditulis oleh masing-masing penulis.

 

Ingin ikut berbagi inspirasi? Langsung daftarkan dirimu sebagai penulis Swara Kamu di sini!