Siapa yang nggak kenal Squid Game? Serial Korea yang booming di 2021 ini sukses bikin kita deg-degan sambil mikir, “Gila, ini relatable banget!”. Baru-baru ini, Squid Game Season 2 resmi diumumkan, dan hype-nya nggak kalah gila.
Tapi di balik permainan mematikan itu, ada isu serius yang diangkat: krisis finansial. Para pemain masuk ke permainan itu karena terlilit utang dan ingin cari jalan pintas buat kaya. Sounds familiar? Yep, karena di dunia nyata, banyak orang juga terjebak dalam situasi serupa.
Di Indonesia sendiri, masalah utang, khususnya pinjaman online (pinjol) ilegal, judi online (judol), dan kredit konsumtif lagi jadi perhatian serius. Nah, gimana sih kita bisa belajar dari Squid Game biar nggak jatuh ke lubang yang sama? Yuk, kita bahas!
Isu Finansial di Squid Game: Realita yang Menyeramkan
Para karakter di Squid Game nekat ikut permainan mematikan itu karena berbagai alasan, tetapi sebagian besar berakar pada masalah finansial yang parah. Mereka terlilit utang yang menumpuk, entah karena bisnis yang gagal, kecanduan judi, atau kredit yang tidak terkontrol. Selain itu, mereka hidup dalam sistem ekonomi yang timpang, di mana si kaya semakin kaya, sementara si miskin makin terpuruk tanpa banyak pilihan untuk memperbaiki nasib.
Akhirnya, banyak dari mereka memiliki mentalitas “cepat kaya”, rela mengambil risiko besar tanpa memikirkan konsekuensinya, hanya demi keluar dari keterpurukan ekonomi mereka.
Hal ini bukan cuma fiksi. Di Korea Selatan sendiri, masalah utang pribadi sudah sangat mengkhawatirkan! Data menunjukkan bahwa total utang rumah tangga di Korea Selatan telah melampaui $1,6 triliun USD, setara dengan 85% dari PDB negara mereka.
Generasi muda di sana juga mengalami krisis keuangan yang serius, banyak yang terjebak dalam utang kartu kredit dan pinjaman mahasiswa, sehingga kesulitan membeli rumah atau bahkan menikah. Ditambah lagi, budaya konsumtif dan tekanan sosial untuk “tampil sukses” mendorong banyak orang untuk berutang demi gaya hidup yang lebih mewah.
Realita Finansial di Indonesia: Banyak yang Terlilit Utang!
Menurut data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga akhir September 2024, 137 juta orang Indonesia yang berusia di atas 15 tahun memiliki utang, dan angkanya terus meningkat. Dari jumlah tersebut, pinjaman online (pinjol) telah mencapai Rp66 triliun, dengan mayoritas peminjam berasal dari kelompok usia 19-34 tahun.
Selain itu, fenomena judi online (judol) juga semakin marak, menyebabkan kerugian miliaran rupiah setiap bulan. Yang lebih mengkhawatirkan, banyak orang terjebak dalam pinjaman online ilegal, yang menerapkan bunga selangit dan sering kali menggunakan teror psikologis untuk menagih peminjam yang telat membayar.
Banyak yang awalnya cuma “coba-coba” akhirnya malah terjebak dalam lingkaran utang yang sulit keluar. Maka dari itu, penting banget buat paham cara mengelola keuangan dengan baik, supaya kita nggak jadi “pemain” dalam permainan bertahan hidup di dunia nyata!
Baca juga: Lakukan Cara Ini agar Bisa Lunas Utang dalam Waktu 6 Bulan
Pelajaran Finansial dari Squid Game: Jangan Sampai Jatuh ke Jurang yang Sama!
Dari Squid Game, kita bisa belajar beberapa hal penting soal keuangan:
1. Jangan tergoda skema “cepat kaya”
Di dunia nyata, banyak skema investasi bodong yang menawarkan keuntungan besar dalam waktu singkat, padahal ujung-ujungnya malah merugikan. Mau investasi? Riset dulu!
2. Utang itu boleh, tapi harus dikelola
Pahami perbedaan utang baik (seperti KPR atau modal usaha) dan utang buruk (pinjol ilegal atau kredit konsumtif). Jangan sampai utang malah bikin hidup makin berat.
3. Dana darurat itu wajib
Jangan sampai kamu terpaksa pinjam uang gara-gara nggak punya tabungan darurat. Idealnya, kamu harus punya minimal 3-6 bulan pengeluaran sebagai backup keuangan.
4. Jangan terjebak gaya hidup konsumtif
Jangan beli sesuatu cuma buat “gaya-gayaan.” Pastikan setiap pengeluaran punya tujuan yang jelas dan nggak bikin keuanganmu makin berantakan.
Cara Mengelola Utang dengan Baik: Jangan Sampai Tercekik!
Utang itu nggak selalu buruk, asal kamu tahu cara mengelolanya dengan bijak. Salah satu langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat skala prioritas, dengan mengutamakan pembayaran utang yang memiliki bunga tinggi lebih dulu agar tidak semakin membebani keuangan.
Selain itu, hindari berutang untuk hal konsumtif, seperti belanja barang mewah atau sekadar mengikuti tren. Sebaliknya, gunakan utang untuk hal yang produktif, seperti modal usaha atau pendidikan, yang bisa memberikan manfaat jangka panjang.
Kemudian, penting juga untuk menerapkan rasio utang yang sehat, yaitu tidak membiarkan cicilan utang melebihi 30% dari penghasilan bulananmu. Jika utang terlalu besar dibandingkan dengan pemasukan, kamu bisa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok lainnya.
Terakhir, hindari praktik gali lubang tutup lubang, yaitu membayar utang dengan berutang lagi, terutama dari pinjaman online ilegal yang biasanya memiliki bunga mencekik. Dengan manajemen utang yang baik, kamu bisa tetap menjaga stabilitas finansial tanpa harus terjebak dalam masalah keuangan yang berkepanjangan.
Baca juga: Pinjaman Tanpa Kartu Kredit? Yuk, ke Tunaiku Saja!
Tips Mengambil Pinjaman yang Aman: Waspada Pinjol Ilegal!
Kalau memang butuh pinjaman, pastikan kamu memilih yang legal dan diawasi oleh OJK agar terhindar dari risiko penipuan atau bunga mencekik. Salah satu langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengecek legalitasnya, pastikan penyedia pinjaman sudah terdaftar di OJK, seperti Tunaiku dari Amar Bank, yang transparan dan aman.
Selain itu, jangan asal klik “setuju” saat mengajukan pinjaman tanpa membaca syarat dan ketentuan secara detail. Perhatikan bunga, tenor pinjaman, serta denda keterlambatan, agar kamu tidak kaget dengan biaya tambahan yang tersembunyi.
Terakhir, pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan bayar. Jangan mengambil pinjaman lebih dari yang bisa kamu lunasi, karena ini bisa membuat kondisi keuanganmu semakin sulit. Ingat, pinjaman seharusnya menjadi solusi keuangan, bukan menambah beban.
Dengan memilih pinjaman yang aman dan legal, kamu bisa mendapatkan manfaat finansial tanpa harus khawatir terjebak dalam masalah utang yang berkepanjangan.