SWARA – Di Indonesia, setiap orang yang memiliki pekerjaan diwajibkan untuk membayar pajak. Bahkan, seorang freelancer juga harus tahu berapa pajak yang perlu dibayarkan.Â
Tidak seperti karyawan tetap, penghasilan seorang freelancer setiap bulannya tidak menentu. Selain itu, karena tidak menjadi karyawan dalam suatu perusahaan, semua hal yang berkaitan dengan perpajakan harus diurus sendiri.Â
Oleh karena itu, jika kamu berprofesi sebagai freelancer, sebaiknya ketahui seperti apa kewajiban pajak yang perlu kamu bayarkan, serta bagaimana cara menghitungnya.Â
Pajak Penghasilan Seorang Freelancer
Penetapan pajak untuk freelancer maupun karyawan tetap sama-sama diatur dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008. Pajak tersebut masuk ke kategori PPh Orang Pribadi yang ada pada pasal 21.Â
Penghitungan PPh Orang Pribadi ditentukan dengan tarif progresif yang kemudian dikalikan dengan penghasilan kena pajak. Berikut ini rinciannya:
- Tarif 5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp50 juta per tahun.
- Tarif 15% untuk penghasilan kena pajak Rp50 juta sampai dengan Rp250 juta per tahun.
- Tarif 25% untuk penghasilan kena pajak Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta per tahun.
- Tarif 30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta per tahun.
Penghasilan kena pajak adalah penghasilan yang wajib dikenakan pajak. Nominal penghasilan kena pajak ini dihitung dari penghasilan bersih dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).Â
PTKP ini adalah jumlah penghasilan yang dibebaskan dari pajak PPh 21. Jumlahnya sebesar Rp54 juta dalam satu tahun. Nominal ini dikhususkan bagi wajib pajak yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan.
Supaya kamu bisa memahami penghitungan pajak freelancer dengan lebih baik, berikut ini simulasi penghitungannya.
Bapak A bekerja sebagai freelancer dengan penghasilan setahun mencapai Rp150 juta. Maka, perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
- Penghasilan kena pajak: Rp150 juta – Rp54 juta = Rp96 juta
- PPh tarif progresif:Â
- 5% x Rp50 juta = Rp2,5 juta
- 15% x Rp46 juta = Rp6,9 juta
- PPh setahun: Rp2,5 juta + Rp6,9 juta = Rp9,4 juta
- PPh sebulan: Rp9,4 juta / 12 bulan = Rp783.333
Dari penghitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak yang wajib dibayarkan oleh Bapak A adalah sebesar Rp9,4 juta dalam satu tahun atau setara dengan Rp783.333 dalam per bulan. Sistem penghitungan ini berlaku untuk para freelancer yang sudah memiliki NPWP.
Haruskah Freelancer Memiliki NPWP?
Seorang karyawan tetap biasanya diharuskan untuk memiliki NPWP sebelum diterima kerja di suatu perusahaan. Kewajiban itu juga menjadi syarat dari pihak perusahaan. Sehingga, mau tidak mau mereka pasti akan membuat NPWP itu.
Tapi, bagaimana dengan freelancer? Karena bekerja seorang diri, tanpa terikat dengan aturan perusahaan, banyak freelancer yang mengabaikan pentingnya memiliki NPWP. Padahal, sama seperti karyawan tetap, seorang freelancer juga harus memiliki NPWP.
Bagi yang belum tahu, NPWP adalah Nomor Pokok Wajib Pajak yang menjadi identitas dalam hal perpajakan. Seorang freelancer yang tidak memiliki NPWP justru akan dikenakan tarif pajak yang lebih besar.Â
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pajak penghasilan freelancer sama dengan karyawan tetap. Nominal pemotongan pajak bagi freelancer yang tidak memiliki NPWP akan dinaikkan menjadi 20% lebih tinggi dari tarif normal.
Sebagai contoh, kita coba simulasi Bapak A. Penghasilan Bapak A dalam setahun mencapai Rp150 juta. Namun, ia tidak memiliki NPWP. Maka, pajak yang harus dibayarkannya menjadi seperti berikut:Â
- Penghasilan kena pajak: Rp150 juta – Rp54 juta = Rp96 juta
- PPh tarif progresif:
- 5% x 120% x Rp50 juta = Rp3 juta
- 15% x 120% x Rp46 juta = Rp8,28 juta
- PPh setahun: Rp3 juta + Rp8,28 juta = Rp11,28 juta
- PPh sebulan: Rp11,28 juta / 12 bulan = Rp940 ribu
Artinya, pajak yang harus dibayarkan oleh Bapak A dalam sebulan menjadi sebesar Rp940 ribu. Padahal, kalau Bapak A memiliki NPWP, pajaknya hanya sebesar Rp783 ribu.
Terkadang, seorang freelancer baru menyadari bahwa potongan pajak menjadi lebih besar setelah mendapatkan invoice dari client. Jika client yang bekerja sama denganmu adalah badan usaha atau perusahaan, mereka memiliki kewajiban untuk memotong pajakmu sesuai dengan aturan yang berlaku.Â
Apabila kamu tidak memiliki NPWP, otomatis client akan memberikan bayaran dengan nominal yang sudah dikurangi dengan pajak yang lebih besar. Kamu mungkin baru akan mengetahui hal itu setelah mendapatkan invoice.Â
Perbedaan Pajak Freelancer dengan Karyawan Tetap
Simulasi penghitungan pajak yang telah dijelaskan sebelumnya berlaku untuk freelancer maupun karyawan tetap. Perbedaan hanya ada pada jumlah penghasilan secara keseluruhan.
Biasanya, karyawan di suatu perusahaan tidak sekadar menerima gaji bulanan, tapi juga tunjangan. Tunjangan dapat berupa tunjangan kesehatan, tunjangan keluarga, dan lain sebagainya.Â
Penghasilan bersih karyawan tetap biasanya didapatkan dari penghasilan kotor dikurangi nominal tunjangan tersebut. Misalnya, seorang karyawan tetap memiliki penghasilan kotor setahun sebanyak Rp300 juta, dan tunjangan sebesar Rp12 juta.
Artinya, untuk menghitung penghasilan kena pajak, Rp300 juta tersebut dikurangi terlebih dahulu dengan Rp12 juta, lalu hasilnya dikurangi dengan PTKP.Â
Hal ini seperti ini mungkin tidak ada pada freelancer. Sebab, freelancer mendapatkan penghasilan tanpa ada potongan tunjangan seperti karyawan di perusahaan.Â
Jadi, penghitungan pajaknya cenderung lebih mudah karena tidak ada pengurangan lain. Hanya saja, seorang freelancer harus mengurus pembayaran pajak sendiri. Sedangkan, sebagian besar perusahaan membantu karyawannya untuk membayar pajak.Â
Walaupun pekerjaan freelancer berbeda dengan karyawan tetap, bukan berarti kamu bebas dari pajak. Kamu tetap memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai aturan yang berlaku.Â
Sebaiknya, pahami pajak freelancer dengan benar dan buatlah NPWP. Dengan begitu, kamu bisa menghindari potensi pemotongan pajak dari client dengan nominal yang jauh melebihi tarif pajak normal.