SWARA – Saya seringkali mendengar kutipan, generasi pertama adalah yang membangun, generasi kedua yang membesarkan, dan generasi ketiga yang merusak. Namun kutipan ini tidak berlaku pada salah satu tempat makan yang menyediakan masakan kesukaan saya, Gudeg Pejompongan.

 

Berlokasi di Bendungan Hilir, saat ini Gudeg Pejompongan dikelola oleh generasi ketiga. Cita rasa gudeg yang dibanderol senilai 23 ribu ini memang beda dibanding yang lain karena tidak terlalu manis.

 

Restoran gudeg tang berdiri sejak tahun 1964 ini tetap laris manis. Ternyata, Gudeg Pejompongan adalah usaha keluarga yang dikelola secara turun temurun dari generasi ke generasi.

 

Dikelola oleh generasi ketiga

 

Saat ini Gudeg Pejompongan dikelola oleh generasi ketiga. Ayuning Tri Astari, cucu pendiri Gudeg Pejompongan adalah salah satu sosok yang berpengaruh pada kesuksesan restoran gudeg saat ini.

 

 

Artikel terkait:
Seluk-beluk Hak Merek, Hak Cipta, dan Hak Paten dalam Bisnis, Wajib Tahu!

Ini Syarat Pebisnis Pemula Sukses Bangun Bisnis dari Nol!

Bisnis Seperti Apa Sih Yang Cocok Jika Dijalankan Bersama Pasangan?

 

 

Omset Gudeg Pejompongan saat ini mencapai angka 250 hingga 300 juta per bulan. Fantastis banget kan! Gimana sih caranya bisa dapat omset sebesar itu? Intip caranya di bawah ini!

 

Modernisasi

Saat pertama kali Tyas bergabung dalam bisnis keluarganya, hal pertama yang ia lakukan adalah modernisasi di berbagai sektor. Ia mulai mencari supplier agar karyawannya tidak lagi membeli kebutuhan di pasar pagi-pagi. Ia juga memakai sistem kasir agar memudahkan transaksi.

 

Bergabungnya Tyas dalam bisnis keluarga ini membuat usaha Gudeg Pejompongan berkembang pesat dalam setahun terakhir. Saat ini Gudeg Pejompongan memiliki 30 karyawan dan dua cabang, yakni di Food Colony Pasar Festival dan Bellagio Mall Kuningan.

 

Merambah GoFood dan GrabFood

 

 

Hasil gambar untuk gudeg pejompongan

 

 

Tyas sangat tanggap dalam urusan pemasaran. Tidak lama setelah layanan GoFood dirilis, ia langsung bergerak cepat dengan berpartner dengan Gojek.

 

Ibu Tyas, selaku direktur dan komisaris Gudeg Pejompongan mengatakan “Silahkan ikuti perkembangan zaman  dalam hal apapun tapi jangan ubah yang namanya ‘rasa.’ Rasa Gudeg Pejompongan yang gak terlalu manis memang pas buat lidah orang Jakarta,” demikian pernyataan Tyas mengutip pesan ibunya melalui moneysmart.id.

 

Kerja sama ini berbuah manis, saat ini 30 persen dari laba Gudeg Pejompongan ternyata berasal dari layanan GoFood dan GrabFood. Namun, hal ini juga pada awalnya mengalami kendala pada bagian pencatatan penjualan.

 

Gak pernah mau buka franchise

 

Banyak sekali restoran yang semakin terkenal karena membuka franchise. Namun nasi gudeg di Benhil ini tidak mau untuk membuka franchise.

 

“Udah banyak yang nawarin mau franchise, tapi gue tolak. Kenapa? Karena franchise identik dengan yang instan (dalam penyajian makanan) seperti masak pakai kompor gas. Hal itu gak bisa diaplikasikan ke Gudeg Pejompongan. Kita masak nangkanya aja butuh waktu lama, dan itu pakai kompor arang,” tegas Tyas.

 

Memang, sistem franchise memiliki kekurangan pada kualitas makanan. Sulit untuk membuat gudeg yang rasanya sama seperti Gudeg Pejompongan asli.

 

Jika ada yang menawarkan kerja sama waralaba, Tyas menawarkan sistem reseller. Tidak masalah untuk kirim gudeg jam 4 pagi, asalkan masaknya memang di dapur Pejompongan.

 

Bisnis makanan tradisional sangat menantang, apalagi kalau namanya sudah melegenda. Agar bisa tetap bertahan, manajemen resto harus diperbaiki. Ini kisah sukses Gudeg Pejompongan, bagaimana dengan kisahmu?

 


Anastasia Galuh Dinung Purwaningtyas Anastasia Galuh Dinung Purwaningtyas