SWARA – Dibandingkan sepuluh tahun lalu, industri kosmetik di Indonesia semakin berkembang. Entah ada hubungannya atau tidak, mungkin ini berkaitan dengan salah satu hasil proyeksi pertumbuhan penduduk dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik dan United Nations Population Fund, yang menyatakan bahwa populasi perempuan di Indonesia sangat banyak, yaitu mencapai 133,8 juta jiwa. Sehingga, mau tidak mau, produsen industri kosmetik pun harus menyesuaikan dengan pasar yang ada, yaitu perempuan yang semakin modern.
Menurut riset yang dilakukan oleh Zap Beauty Index pada Agustus 2018, perempuan Indonesia menghabiskan uang sebanyak 20% dari total uang bulanan mereka untuk berbelanja kosmetik dan produk fesyen. Bahkah generasi Z merogoh kocek mulai 200-400 ribu per bulan untuk keperluan kecantikan, yang artinya mencapai hingga 40% dari total uang bulanan.
Dari survey yang sama didapatkan pula data bahwa generasi sebelumnya, generasi Y menghabiskan antara 400 ribu sampai satu juta untuk urusan kecantikan. Generasi X lebih banyak lagi, mereka menghabiskan uang antara 1 hingga 3 juta per bulan untuk kecantikan.
Cantik adalah..
Definisi kecantikan yang ideal itu sendiri selalu berubah dari masa ke masa, tidak ada standar yang mutlak. Kalau menurut Luh Ayu Saraswati, dosen Kajian Perempuan dari Hawaii University yang dikutip dari Historia, ketika sebuah pemerintahan berganti, standar kecantikan (sebuah bangsa) juga berganti.
Misalnya, pada masa pemerintahan Soekarno yang anti dengan bangsa Barat, definisi kecantikan Indonesia diusahakan senasionalis mungkin. Ayu menambahkan, cantik versi Indonesia pada era Soekarno, dan terus bertahan hingga sekarang adalah perempuan yang berkulit terang. Namun, standar kecantikan ini tidak mewakili kecantikan Nusantara, karena hanya merujuk pada perempuan Jawa.
Kecantikan perempuan Manado dan Nias yang berkulit putih, perempuan Ambon dan Papua dengan kulit gelap nan eksotis, ataupun kecantikan khas perempuan Dayak yang berkulit putih susu seakan diabaikan. Tapi, itu sih dulu. Saat ini, campaign dengan tema self-love semakin banyak dilakukan.
Seperti yang dilakukan oleh Dove yang bertajuk #MyBeautyMySay. Kampanye ini bertujuan agar perempuan memiliki definisi cantiknya sendiri, tidak sesuai standar yang diterapkan oleh industri.
Artikel terkait Kosmetik:
Hobi Make Up? Ikuti Langkah Ini untuk Jadi Make Up Artist Profesional!
Ini Suka-Duka Buat Kamu yang Hobi Banget Dandan
7 Pilihan Lipstik Nude Lokal Murah yang Wajib Beli dan Jadi Koleksi Tahun Ini!
Kosmetik Untuk Perempuan Nusantara
Dengan bermacam-macam warna kulit yang dimiliki oleh perempuan nusantara, karakter kosmetik Barat yang identik dengan warna yang tegas atau pun innocent look ala perempuan Korea tidak selalu sesuai. Warna kosmetik Barat tidak memiliki range shade yang friendly dengan skin tone lokal, sedangkan kosmetik Korea memiliki warna yang cenderung terlalu terang.
Satu brand make up Barat yang memiliki jangkauan shade yang luas adalah Maybelline. Rangkaian warna dari Maybelline FitMe foundation cukup ramah dengan skin tone orang Indonesia yang sawo matang cenderung gelap. Brand lain? Belum banyak yang menyediakan pilihan, warna yang disediakan masih banyak yang terlalu terang. Apalagi brand Korea yang menyajikan pilihan shade yang sedikit dan terlalu terang, karena mereka menyesuaikan dengan skin tone orang Korea. Nah, ini yang membuat sebagian besar perempuan Indonesia, yang cenderung berkulit kuning langsat atau sawo matang, agak sulit menemukan shade yang tepat di kulit mereka. Salah satu contoh yang bisa kita lihat adalahi BB Cushion keluaran Missha dan Laneige yang memiliki warna yang kurang ramah di skin tone sebagian besar perempuan Indonesia.
Lalu, memangnya tidak ada kosmetik buatan lokal Indonesia? Oh, banyak.
Banyak sekali kosmetik lokal Indonesia, mulai yang sudah ada sejak zaman ibu kita masih sekolah, hingga brand kosmetik indie alias yang diproduksi secara pribadi oleh para make up enthusiast.
Ada merk Fanbo, salah satu produk Fanbo yang hits pada zamannya adalah Fanbo Classic Hoitong Powder. Bedak yang pertama kali diproduksi tahun 1960-an ini bisa dijadikan masker dengan mencampurkan bedak dengan air mawar. Bedak ini bertujuan agar perempuan terlihat putih dan cerah, sesuai dengan standar kecantikan saat itu. Merk Marcks, yang sekarang melakukan rebranding agar tetap eksis dengan memunculkan berbagai varian seperti Marcks Teen dan Marcks Micellar Water juga merupakan merk legend yang dipakai oleh perempuan Indonesia pada masanya.
Populasi perempuan Indonesia yang sangat banyak, ditambah dengan kampanye self-love yang banyak digagas oleh pemerhati perempuan, membuat produsen kosmetik melihat hal ini sebagai peluang usaha.
Self-Love
Tidak semua orang terlahir putih, banyak sekali perempuan yang tidak berkulit putih namun tetap terlihat cantik. Tara Basro, Farah Quinn, hingga Rachel Goddard adalah deretan perempuan yang tidak berkulit putih namun tetap cantik menurut standar mereka masing-masing. Kepada IDN Times , Rachel pun berujar bahwa cantik tidak harus putih, langsing, atau berambut panjang. Setiap wanita semestinya punya definisi cantik berdasarkan pemikiran mereka sendiri. Persoalannya tinggal bagaimana wanita merepresentasikan kecantikannya tersebut.
Untungnya, hal ini juga diamini oleh brand kosmetik lokal. Bisa dibilang, 2-3 tahun belakangan ini mulai bermunculan kosmetik indie. Misalnya, pada tahun 2014 muncul brand bernama Rollover Reaction yang memiliki konsep edgy. Atau BLP, brand kosmetik buatan seorang selebgram dan MUA terkenal Lizzie Parra.
Tidak lupa Rose All Day Cosmetics yang mengusung make up natural dan shade foundation yang Indonesia banget. Dengan tagline “The Realest Foundation”, walaupun kamu memakai foundation, wajah tetap terasa ringan.
Kemunculan brand indie ini seolah mengajak brand lokal buatan produsen besar untuk berbenah. Pixy misalnya. Brand Jepang yang sudah memiliki pabrik di Indonesia sejak lama ini, baru-baru saja meluncurkan rangkaian kosmetik bertajuk Make It Glow. Terdiri dari bedak, primer, dan cushion, rangkaian ini seakan mengajak brand Korea dan barat untuk bertarung dengan kosmetik lokal. Primer adalah produk yang biasa diproduksi oleh brand barat, sedangkan cushion identik dengan kosmetik Korea. Berdasarkan review yang dilakukan oleh beauty vlogger Suhay Salim, jika kamu memakai tiga produk ini maka hasilnya akan sempurna, paripurna, nirwana, berwarna, arwana.
Kebangkitan Kosmetik Lokal
Melihat jumlah perempuan yang sangat banyak dengan range umur yang bervariasi membuat perusahaan harus cerdas. Kosmetik saat ini sebisa mungkin dapat menjawab kebutuhan pasar. Ada kosmetik yang ditujukan untuk kalangan kelas atas, terlihat dari segi packaging dan harga seperti Makeover. Ada yang segmented untuk kalangan tertentu, misalnya Wardah yang memang direkomendasikan untuk dipakai umroh dengan bundling Paket Haji dan Umroh. Ataupun kosmetik untuk remaja seperti Emina yang fun and cheerful dan harga yang ramah kantong.
Tiga brand make up lokal di atas diproduksi oleh pabrik yang sama, namun memiliki target pasar yang sangat berbeda. Dengan keunggulan masing-masing, mereka tetap dapat bertahan di industri, tentunya dengan memperhatikan kebutuhan pasar.
CC Cream Emina, ditawarkan dalam dalam dua warna Natural dan Light. Shade warna tergelapnya yakni natural sangat cocok untuk warna kulit lokal yang sawo matang-gelap. Ataupun color corrector yang dikeluarkan oleh Makeover yang merupakan dupe dari City Color. Serum vitamin C yang dikeluarkan oleh Wardah juga dinilai memiliki harga yang ramah kantong, mudah dicari, dan kualitas yang baik.
Agar bisa bertahan, branding kosmetik sesuai target pasar masing-masing sangat penting. Sangat senang rasanya saat menemukan kosmetik yang memiliki warna sesuai dengan warna kulit. Tidak terlihat seperti memakai topeng.
Industri kosmetik lokal harus berbenah dalam menjawab kebutuhan perempuan Indonesia. Kemajuan teknologi dan pemikiran membuat perempuan tidak lagi mudah mengikuti standar kecantikan yang dibuat oleh industri. Cantik yang didefinisikan sebagai berkulit putih sudah so yesterday.
Anastasia Galuh Dinung Purwaningtyas