Swara – Tahukah kalau harga mie instan, telur dan minyak goreng naik lebih dari 50 persen selama sepuluh tahun terakhir?
Kalau harga mie instan pada tahun 2010 adalah Rp1.100, maka saat ini pada tahun 2022, rata-rata harga mie instan adalah Rp2.600, kenaikannya mencapai 136 persen dalam 12 tahun.Â
Nah, ilustrasi nyata tersebut umum disebut sebagai inflasi di dunia finansial. Dikutip dari situs Bank Indonesia, inflasi adalah kenaikan harga barang dan atau jasa secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu.Â
Perhitungan inflasi ini umum dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang ditautkan dengan metadata Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia – Indeks Harga Konsumen (SEKI – IHK).Â
Sudah tahu belum? Swara kini memiliki fitur terbaru yakni Kalkulatof Finansial. Di sana, kamu bisa menghitung alokasi finansial yang akurat dari berbagai kebutuhan. Seperti persiapan dana pendidikan, pernikahan, bisnis, hingga jalan-jalan. Kamu bisa coba fitur itu di sini.
Inflasi Terjadi Setiap Tahun
Selama bertahun-tahun lamanya, Indonesia terus mengalami inflasi tahunan yang relatif tidak jauh dari target inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia.Â
Sejak tahun 2015 hingga 2022, target inflasi maupun inflasi aktual tidak pernah lebih dari 5 persen. Meski terbilang relatif kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya, inflasi terus terjadi berbanding lurus dengan daya beli masyarakat yang terus meningkat yang dianalisa melalui IHK.Â
IHK sendiri dibagi menjadi beberapa kelompok pengeluaran seperti bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau, perumahan, sandang kesehatan, pendidikan dan olahraga dan transportasi serta komunikasi.Â
Jadi, inflasi adalah fenomena finansial yang terus terjadi namun tetap bisa diperkirakan dengan pengamatan yang terukur.Â
Dampak Buruk Inflasi di Masa Depan
Tahukah kamu kalau dampak inflasi yang terlalu tinggi bisa menjadi salah satu tolak ukur kondisi buruk suatu negara?Â
Salah satu contoh dampak inflasi yang real adalah kerusuhan dan krisis ekonomi di Sri Lanka akibat utang luar negerinya yang menggunung, contohnya, membuat inflasi Sri Lanka melonjak hingga 54 persen pada bulan Juni tahun 2022 lalu.Â
Hal ini terjadi karena Indeks Harga Konsumen Kolombo (CCPI) meningkat lebih dari 50 persen karena negara tersebut mengalami kekurangan pasokan kebutuhan pokok termasuk makanan, obat dan bahan bakar selama berbulan-bulan.Â
Nah, bagi Indonesia, inflasi yang melenceng jauh dari target bisa menyebabkan beberapa dampak buruk.Â
1. Daya beli menurun
Dampak inflasi yang pertama, bisa menyebabkan nilai mata uang menurun sehingga masyarakat tidak lagi bisa menjangkau bahan-bahan pokok yang biasa di konsumsinya.Â
Hal ini kemungkinan besar akan membebani kelompok masyarakat dengan pendapatan tetap. Inflasi menyebabkan harga kebutuhan pokok semakin tinggi padahal pendapatannya tidak mengalami kenaikan.Â
2. Perekonomian sulit berkembang
Inflasi dan pertumbuhan ekonomi saling berkaitan. Tingkat inflasi yang tinggi bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat karena daya beli masyarakat menurun. Hal ini akan menimbulkan kenaikan angka kemiskinan dari tahun ke tahun.Â
3. Minat menabung masyarakat menurun
Inflasi menyebabkan nilai mata uang yang menurun sehingga minat masyarakat untuk menabung berkurang.Â
Masyarakat merasa lebih aman untuk menyimpan uang tunai di masa sulit sehingga imbal hasil dari tabungan dan investasi tidak lagi menarik minat masyarakat.Â
4. Pengembalian utang rendah
Inflasi juga akan merugikan kreditur terkhususnya lembaga keuangan perbankan. Inflasi dan suku bunga sendiri memiliki korelasi terbalik, sehingga jika inflasi meningkat suku bunga akan menurun sehingga pinjaman akan lebih banyak dibarengi dengan risiko gagal bayar yang tinggi.Â
Cara Melawan Inflasi
Setelah mengetahui dampak inflasi, mari kita cari tahu bagaimana cara melawan inflasi. Cara melawan inflasi pada level individu adalah dengan menempatkan uang pada instrumen investasi dengan imbal hasil yang lebih dari target inflasi tahunan.Â
Ada berbagai macam investasi yang berhasil melawan inflasi seperti diantaranya investasi pada aset kelas pasar uang, surat utang dan saham.Â
Sebagai gambaran, target inflasi pada tahun 2022 meningkat ​​3±1 persen secara tahunan. Dengan begitu, kamu seharusnya menempatkan dana pada instrumen investasi yang memberikan imbal hasil bersih lebih dari target inflasi tersebut.Â
Diperlukan kemampuan analisis untuk bisa memprediksi besaran imbal hasil yang didapatkan melalui penempatan dana pada instrumen investasi tertentu.Â
Nah, selain berinvestasi usaha minimum yang bisa dilakukan untuk bisa mengendalikan daya beli di tengah tingginya angka inflasi adalah dengan hidup hemat seperti mengatur ulang pos pengeluaran dan menyiapkan dana darurat.Â
Instrumen Investasi untuk Melawan Inflasi
Beberapa instrumen yang bisa digunakan untuk investasi jangka panjang dan jangka pendek dalam usaha untuk melawan inflasi adalah sebagai berikut:
- Deposito
Ada banyak sekali institusi perbankan yang menawarkan suku bunga deposito yang melebihi target inflasi tahunan. Beberapa produk deposito bahkan memberikan imbal hasil hingga 9 persen per tahun apabila menempatkan dana pada tenor waktu tertentu.Â
Baca juga:Â Deposito untuk Milenial, Apa Keunggulan dan Bagaimana Simulasinya?
- Emas
Emas disebut juga sebagai aset haven karena merupakan salah satu jenis investasi yang bisa mempertahankan nilainya meski kondisi ekonomi memburuk.Â
Harga emas sendiri sudah terbukti bisa melawan inflasi dengan kenaikan lebih dari 100 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Emas juga bisa digunakan dana darurat ketika semua instrumen investasi mengalami penurunan akibat krisis ekonomi pada suatu waktu.Â
- Reksadana
Reksadana terkhususnya pendapatan tetap, saham dan campuran adalah pilihan instrumen investasi yang tepat untuk melawan inflasi karena memiliki riwayat imbal hasil lebih dari 10 persen secara tahunan.Â
Meski demikian, kamu perlu cermat dalam memilih produk reksadana yang tepat melihat dari return, dana kelolaan dan kredibilitas perusahaan aset manajemennya.Â
Baca juga: Jenis Reksa Dana yang Cocok di Tengah Ancaman Resesi
- Saham
Terakhir, kamu bisa mempertimbangkan penempatan dana pada instrumen saham yang memiliki potensi kenaikan puluhan hingga ratusan persen dalam satu waktu.Â
Meski terbilang fluktuatif, instrumen investasi saham menjadi pilihan yang menarik apabila kamu bisa memilih emiten yang tepat dan memiliki potensi kenaikan harga saham dalam jangka panjang.Â
Simulasi Perhitungan Investasi vs Tabungan
Sebagai gambaran, bunga tabungan umum konvensional adalah sebesar 1 persen per tahun. Sementara, besaran bunga tersebut juga akan dipotong sebesar 20 persen sebagai pajak.Â
Jadi, apabila kamu menabung sebesar 10 juta dalam satu tahun, kamu akan memperoleh bunga bank sebesar 100.000. Namun besaran ini pun akan dipotong pajak sebesar 20 persen dari perolehan bunga tersebut. Jadi, imbal hasil bersih yang kamu terima adalah 80 ribu.Â
Sementara itu, jika kamu berinvestasi pada produk reksa dana yang memiliki histori imbal hasil 7 persen per tahun, dana sebesar 10 juta bisa memberikan imbal hasil bersih sebesar 700 ribu per tahunnya tergantung situasi pasar.
Â
Deposito Senyumku Solusi Atasi Inflasi
Demi memaksimalkan imbal hasil yang kamu terima, kamu juga bisa mempertimbangkan untuk menempatkan dana melalui deposito Senyumku. Senyumku adalah platform deposito besutan Amar Bank yang rendah risiko dan memberikan keuntungan yang lebih tinggi dari tabungan biasa.Â
Senyumku menawarkan bunga hingga 9 persen per tahun dengan minimal deposito mulai dari 100 ribu selama periode 1 hingga 36 bulan.Â
Proses pendaftaran melalui Senyumku juga cukup mudah dengan hanya melengkapi data secara online yang memakan waktu hanya sekitar 5 menit.Â
Uang kamu juga dijamin aman karena Senyumku sendiri adalah produk Amar Bank yang terdaftar dan diawasi oleh OJK.Â