SWARA – Di Indonesia, tanggal 9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional. Peringatan ini muncul berkat perjuangan Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional dalam merintis pers di Indonesia. 

 

Tidak banyak orang yang mengenal sosoknya. Nama Tirto tampaknya kurang populer dibandingkan dengan beberapa tokoh sastrawan lainnya. 

 

Sebagai upaya untuk memperingati Hari Pers Nasional di tahun ini, mari sama-sama kita mengenal lebih jauh sosok Tirto dan jasanya bagi pers Indonesia. 

 

Penerbitan Surat Kabar Pertama oleh Tirto Adhi Soerjo

 

Dilansir dari Merdeka.com, sosok bangsawan ini lahir pada tahun 1880 dengan nama Djokomono. Ia sudah bergerak dalam bidang media massa sejak masih di jenjang pendidikan. 

 

Ia sempat belajar di Sekolah Kedokteran Hindia STOVIA di Batavia. Akan tetapi, setelah 4 tahun bersekolah, ia lebih banyak terjun dalam mengurus jurnalistik dan menulis untuk media massa. Hal ini membuatnya dikeluarkan oleh pihak sekolah.

 

Saat itu, pers masih lebih banyak dikelola oleh kaum Belanda dan etnis Tionghoa. Mereka memanfaatkan pers untuk membela kepentingan sosial dan politik mereka. 

 

Di tahun 1906, Tirto mendirikan Sarekat Priyayi dan menerbitkan surat kabar Medan Prijaji. Ini menjadikan Tirto sebagai orang pribumi pertama yang menerbitkan surat kabar. 

 

Medan Prijaji berisi sikap serta pandangan sosial dan politik untuk membela kaum yang terjajah. Kemudian, di tahun 1908, Tirto kembali menerbitkan media massa baru bernama Poetri Hindia, yaitu majalah perempuan pertama di Indonesia. 

 

Terjeratnya Tirto Adhi Soerjo dalam Hukuman

 

Dalam menjalankan perannya sebagai pendiri dan editor di Medan Prijaji, Tirto banyak menjelaskan tentang perilaku para pejabat yang sewenang-wenang. Hal ini menuai banyak kritik dan kontroversi, sampai akhirnya Tirto dibawa ke pengadilan.

 

Berdasarkan keputusan di masa itu, Tirto dijeratkan hukuman pengasingan. Di tahun 1912, ia diasingkan ke Maluku. Ketika ia kembali ke Batavia, ia sudah tak lagi memiliki pengaruh yang besar seperti di masa dulu. Dikutip dari Tirto, teman-temannya pun sudah meninggalkannya. Seluruh harta kekayaannya juga habis disita oleh negara. 

 

Lama-kelamaan, hal ini membuat Tirto menjadi depresi. Sampai akhirnya, di tanggal 7 Desember 1918, ia meninggal dunia setelah berjuang menyadarkan bangsanya tentang pandangan politik melalui media massa. 

 

Peringatan Jasa Tirto Adhi Soerjo di Hari Pers Nasional

 

Sebelum pentingnya pers disadari oleh bangsa pribumi, Tirto menjadi sosok pertama yang berupaya untuk memaksimalkan penggunaan pers. Ia berusaha melawan doktrin-doktrin Belanda dari pers yang dikelola oleh para penjajah.

 

Meskipun Tirto pada akhirnya diasingkan dan meninggal dunia, banyak orang mulai semakin disadarkan akan pentingnya peran pers. Oleh karena itu, sampai menjelang kemerdekaan, pers dimanfaatkan sebagai sarana menyebarkan kritik dan perlawanan.

 

Tanpa Tirto, keberadaan pers mungkin tidak akan terus berkembang hingga saat ini. Inilah yang bisa diteladani dari Tirto dan pengaruhnya terhadap pers Indonesia. Tak salah jika kita memperingati Hari Pers Nasional dengan mengenal lebih jauh sosok Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional Indonesia.