Tidak terasa ternyata sudah lebih dari satu tahun kita hidup berdampingan dengan pandemi COVID-19. Ada banyak sekali hal yang terjadi serta banyak pula dampak negatif yang diberikan terhadap kehidupan masyarakat, baik itu dalam bidang ekonomi, sosial, dan lain sebagainya.
Selama ini, kita sebagai masyarakat tidak hanya dituntut dan dihimbau untuk terus menjaga kesehatan fisik, namun juga dituntut untuk terus menjaga kesehatan mental. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan mental memiliki peranan yang cukup penting dalam peningkatan imuintas tubuh dari serangan berbagai penyakit.
Sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami akan betapa pentingnya menjaga kesehatan mental. Terbukti dari terus meningkatnya kasus remaja dan orang dewasa yang mengalami gangguan kesehatan mental selama pandemi COVID-19.
Apabila dikutip dari data milik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, kasus gangguan kesehatan mental di Indonesia pada tahun 2019 tercatat sebanyak 197 ribu orang, sedangkan pada tahun 2020 tercatat terjadi lonjakan sebanyak 30 ribu kasus dari tahun sebelumnya hingga total kasus keseluruhan menjadi sebanyak 277 ribu orang. Lantas, apa yang menyebabkan terjadinya lonjakan kasus gangguan mental selama pandemi berlangsung
Gambaran kesehatan mental selama pandemi Covid-19
Selama pandemi berlangsung, mengutip dari hasil survey Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mengenai kesehatan mental, dijabarkan bahwasanya dari 1.552 responden, sebanyak 63% responden mengalami gangguan cemas dan 66% responden mengalami depresi.
Gejala umum yang dirasakan oleh penderita gangguan cemas adalah selalu merasa khawatir jika sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir secara berlebihan, sulit rileks dan menjadi lebih sensitif. Sementara gejala umum yang dirasakan oleh penderita depresi adalah insomnia, kepercayaan diri menurun, mudah lelah, tidak bertenaga serta kehilangan minat (kurang bersemangat).
Kemudian, diketahui bahwa 80% responden mengalami gejala stress pascatrauma akibat menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan selama pandemi berlangsung. Entah itu berupa kematian maupun peristiwa lainnya. Gejala umum dari stress pascatrauma adalah merasa terasingkan dan terpisahkan dari orang lain serta merasa terus waspada.
Ditambah lagi, setelah pemeriksaan lanjutan dilakukan terhadap 2.364 responden, telah tercatat setidaknya sebanyak 69% responden mengalami gangguan kesehatan mental dengan rincian 68% mengalami cemas berlebih, 67% mengalami depresi dan 77% lainnya mengalami trauma psikologis.
Mirisnya, dari data tersebut ditunjukkan bahwasanya kondisi responden gelombang kedua dengan gelombang pertama tidaklah berbeda. Gangguan psikologis telah menjadi urgensi yang harus segera diatasi.
Faktor penyebab meningkatnya angka gangguan kesehatan mental
Menyikapi lonjakan kasus gangguan kesehatan mental selama pandemi, ternyata terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab peristiwa ini. Adapun faktor yang pertama adalah pemberlakuan pembatasan sosial (social distancing), dengan diadakannya social distancing, seseorang akan kurang berinteraksi dengan individu yang lain.
Berada di rumah sepanjang hari jelas akan menambah beban pikiran karena tidak ada teman bicara atau pengalihan stress seperti biasanya, jika disituasi normal orang-orang akan melakukan hangout dengan temannya maka pada masa pandemi melakukan hangout akan sangat sulit untuk dilakukan.
Selain itu, akibat social distancing, masyarakat akan merasa terasingkan dan tidak berguna, depresi, stress hingga berujung bunuh diri untuk kasus yang ekstrem.
Kedua, work from home. Aktivitas work from home atau bekerja dari rumah dapat memberikan beban stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan bekerja di kantor. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
- Tidak tersedianya fasilitas yang lengkap dan memadai di rumah, berbeda dengan kantor yang segala kebutuhan karyawannya untuk menyelesaikan pekerjaan sudah terpenuhi.
- Waktu kerja yang tidak tentu
- Konsentrasi dalam bekerja akan terbagi untuk mereka yang sudah menjadi orang tua. Saat work from home, anak juga melakukan semua aktivitasnya di rumah, mulai dari belajar hingga bermain. Banyak orang tua yang merasa lebih kesulitan dan lelah ketika harus mengajari anak mereka belajar saat beban kantor sedang banyak-banyaknya.
Ketiga, menurunnya ekonomi yang didapat. Salah satu dampak COVID-19 yang dirasakan secara nyata oleh masyarakat adalah penurunan pendapatan, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor kuliner hingga travel. Selama pandemi, kegiatan berlibur dilarang dan masyarakat hanya dianjurkan untuk tetap tinggal di rumah kecuali ada keadaan yang sangat mendesak.
Para pengusaha mengalami deivisit pemasukan sehingga terpaksa harus gulung tikar atau mengurangi jumlah pekerja secara besar-besaran, akibatnya banyak pekerja yang di PHK dan angka pengangguran meningkat.
Sementara, harga bahan makanan pokok naik dan kebutuhan sekolah anak juga meningkat berhubung kegiatan pembelajaran di sekolah dialokasikan secara daring. Akibat menurunnya ekonomi yang didapat inilah, banyak keluarga yang jatuh miskin dan memicu stress berlebih kepada para kepala keluarga serta ibu rumah tangga.
Dalam beberapa kasus, para orang tua yang mengalami kelelahan mental akan melampiaskan emosi dan amarahnya kepada anak sehingga berpotensi menimbulkan terjadinya kekerasan di dalam keluarga. Mirisnya, apabila hal ini benar terjadi, banyak anak-anak akan mengalami trauma dan merasa tidak nyaman untuk terus berada di rumah.
Keempat, akibat mengalami tekanan atas stigma sosial dan diskriminasi yang diberikan masyarakat terhadap pengidap COVID-19. Peristiwa yang satu ini agaknya turut memperparah situasi dan memberikan sumbangsih negative terhadap kesehatan mental masyarakat terutama terhadap para pasien yang terjangkit.
Banyak masyarakat yang merasa bingung, cemas dan takut untuk tertular sehingga memicu mereka untuk melakukan tindakan yang diskriminatif, ofensif dan berlebihan seperti pengusiran petugas medis dari kos, pengusiran petugas medis dari kampung, pengucilan anggota keluarga yang tertular maupun pasien, mengalami cemooh dan digunjingkan.
Kelima, akibat kehilangan orang terkasih. COVID-19 adalah virus yang mudah menular dan memiliki angka kematian yang cukup tinggi, oleh karena itu banyak orang yang mengalami stress bahkan depresi akibat kehilangan orang-orang terkasih.
Sebagai contoh, dibeberapa kasus ada seorang anggota keluarga yang kehilangan dua sampai tiga anggota sekaligus akibat terinfeksi COVID-19, perasaan kehilangan yang beruntun ditambah dengan kondisi mental dan ekonomi yang buruk itu kemudian akan menjelma menjadi gangguan kesedihan yang berkepanjangan (prolonged grief disorder), serta dapat membuat seseorang menjadi down dan stress karena merasa ditinggalkan seorang diri.
Keenam, memiliki ketakutan dan kecemasan berlebih terhadap COVID-19. Banyaknya kabar hoaks yang beredar tentang COVID-19 membuat masyarakat menjadi cemas dan takut dengan tidak sewajarnya. Hal ini dibuktikan dari aksi pemborongan bahan makanan di supermarket saat awal pandemi berlangsung, hingga aktivitas penyemprotan cairan disinfektan yang berlebihan.
Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan ini apabila tidak diatasi nantinya dapat berubah menjadi anxiety atau bahkan depresi sehingga berpotensi mengganggu aktivitas sehari-hari penderitanya serta menurunkan imunitas tubuh.
Upaya untuk menjaga kesehatan mental masyarakat di tengah pandemi
Melihat adanya urgensi akibat peningkatan kasus gangguan mental di Indonesia yang terus meningkat, maka dibutuhkan solusi yang tepat untuk menjaga kesehatan mental masyarakat di tengah pandemi tetap stabil. Kiranya berikut adalah serangkaian upaya yang dapat diterapkan oleh masyarakat:
Pertama, dengan melakukan bicara hati dengan diri sendiri menggunakan metode komunikasi intrapersonal. Secara umum, komunikasi intrapersonal merupakan Tindakan komunikasi dengan diri sendiri yang bersifat subjektif dan tidak dapat diketahui kebenarannya oleh orang lain atau dinilai secara umum.
Salah satu bentuk komunikasi intrapersonal adalah introspeksi diri, berdo’a dan bersyukur kepada tuhan atau memotivasi diri dengan meninjau perbuatan dan reaksi yang disampaikan dengan tulus dari hati. Dengan komunikasi intrapersonal, konsep diri seorang individu akan lebih terbangun dan terpelihara. Seorang individu juga dapat lebih melepaskan semangat, memproses emosi, memikirkan sesuatu dan beragam dampak positif lainnya.
Kedua, penyediaan layanan Sehat Jiwa (sejiwa) oleh pemerintah untuk membantu menangani lonjakan kasus gangguan mental. Layanan sejiwa ini beroperasi dengan memberikan konseling gratis untuk masyarakat dari pihak-pihak professional seperti psikiater dan psikiolog selama 30 menit.
Sehingga, apabila masyarakat butuh pendengar dan saran akan masalah-masalahnya, mereka dapat mengakses layanan ini dengan menggunakan telepon Telkom dan nomor handphone selular yang dijalankan oleh Telkomsel sebagai operator. Diharapkan lewat layanan ini, pemerintah dapat ikut berkontribusi menjaga kestabilan mental masyarakatnya.
Ketiga, dengan membatasi penggunaan media sosial. Seperti yang kita tahu, selain bermanfaat untuk mempermudah interaksi dalam cakupan yang luas, sosial media juga memiliki beberapa dampak buruk yang patut dihindari, yakni; anxiety (gangguan kecemasan) dan stress.
Oleh karena itu, usahakan untuk tidak terlalu banyak menggunakan sosial media terlebih untuk anda yang sudah mengalami gejala-gejala cemas berlebih maupun depresi. Anda bisa mengalihkan perhatian anda kepada sesuatu yang lain seperti menghabiskan waktu luang dengan melakukan hal yang anda suka atau mencoba hal baru dengan menonton film, berkebun, memasak dan memanggang kue serta berinteraksi dengan keluarga untuk menjaga interaksi sosial tetap erat.
Keempat, menjaga kesehatan tubuh dengan baik. Ibarat pantai dan laut, kesehatan mental dan kesehatan fisik adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini berlaku demikian karena imunitas tubuh akan terbentuk secara sempurna apabila kesehatan fisik dan mentalnya seimbang. Tanpa keduanya, imunitas tubuh akan menurun sehingga tubuh akan mudah terserang penyakit.
Swara Kamu merupakan wadah untuk menyalurkan inspirasi, edukasi, dan kreasi lewat tulisanmu. Kamu bisa menyampaikan pendapat, pemikiran, atau informasi menarik seputar finansial dan karier. Setiap artikel Swara Kamu menjadi tanggung jawab penulis karena merupakan opini pribadi penulis. Tim Swara tidak dapat menjamin validitas dan akurasi informasi yang ditulis oleh masing-masing penulis.
Ingin ikut berbagi inspirasi? Langsung daftarkan dirimu sebagai penulis Swara Kamu di sini!