SWARA – Satu minggu lalu, saya menerima slip gaji dari kantor. Seperti biasa, hati ini berdetak senang campur lega. Sebagai perantau dari Nias, Sumatera Utara, saya memiliki jadwal finansial tersendiri dari mulai membayar sewa kost, memperhitungkan biaya makan atau nongkrong, hingga membayar tagihan ponsel.
Maklum aja, pengeluaran atau biaya hidup di Jakarta memang nggak murah. Apalagi kalau dibandingkan dengan daerah asal saya. Makanya, harus pintar-pintar mengatur keuangan.
Enggak hanya saya kok yang merasakan ini, teman-teman saya yang juga berstatus sebagai anak rantau, merasakan hal yang sama. Setelah tinggal di Jakarta, biaya hidup meningkat karena tuntutan ini dan itu. Alhasil kebiasaan belanja pun jadi berubah.
Yang dulu nggak mesti belanja kebutuhan rumah sendiri, sekarang belanja sendiri. Yang dulunya jarnag nongkrong atau biasa nongkrong murah, sekarang jadi bisa menghabiskan berjuta-juta per bulan hanya untuk nongkrong bareng teman-teman.
Ini curhatan 5 anak rantau tentang kebiasaan belanja setelah kerja di Jakarta.
1. Setyo Lanang (32), Editor Video – Solo
Pria yang akrab disapa Tyo ini mulai bekerja di Jakarta sejak 2009. Waktu saya bertanya, lebih mahal mana biaya hidup di Jakarta dibandingkan dengan Solo, dia menjawab tanpa pikir dua kali.
“Lebih mahal Jakarta, dong!”
Tyo merasakan harga makanan dan pertunjukan di Jakarta lebih mahal dari daerah asalnya. Ya, di Jakarta, Tyo harus mengeluarkan uang esktra untuk menikmati makanan atau mungkin pertunjukan yang kualitas dan kuantitasnya sama dengan yang biasa dia nikmati di Solo.
Pria penyuka teater dan sastra ini memberi contoh harga secangkir espresso/cappuccino yang biasa dia konsumsi sehari-hari. Di Solo, Tyo biasa membelinya dengan harga Rp8 – 10.000 saja. Sedangkan di Jakarta hampir semua di atas Rp20.000.
Begitu juga dengan makanan. Bisa dibilang kalau di Solo punya uang Rp5.000 masih bisa makan nikmat dan kenyang. Tapi kalau di Jakarta sih, nggak mungkin rasanya.
Menurut Tyo, hanya dengan uang Rp5.000 saja, dia sudah bisa menyantap semangku soto ayam dengan nikmat. Beda dengan di Jakarta yang harganya rata-rata paling murah adalah Rp15.000. Untuk seni pertunjukan pun demikian.
“Tiket pentas teater di Solo Rp20.000 itu sudah mahal, sedang di Jakarta paling murah Rp 50,000. Cuma mungkin di tempat asalku, harga diri sedikit lebih tinggi. Ha-ha,” ungkap Tyo.
Tyo mengaku bisa menghabiskan Rp3,5 – 4 juta per bulan di Jakarta untuk memenuhi biaya kosan, nongkrong, beli buku, dan nonton film atau teater.
“Di antara semuanya, pengeluaran paling tinggi itu kosan, yaitu Rp 950 ribu. Cuma kalau dibagi rata dengan pengeluaran lain, akumulasinya jadi seimbang,” katanya.
Artikel Terkait: Tips mengelola keuangan biar tabungan makin besar!
- Rutin Lakukan 12 Kebiasaan Ini Begitu Gajian, Kamu Akan Lebih Cepat Kaya!
- 4 Pelajaran Keuangan yang Bisa Kamu Petik dari Serial Game of Thrones
- Benarkah Masalah Finansial Jadi Penyebab Rencana Liburan Jadi Hanya Sekadar ‘Wacana’?
2. Anjani Pramudiasti (25), Senior Digital Account Executive – Bali
“Biaya hidup di Jakarta dan Bali itu hampir sama. Cuma kadang lebih mahal di Bali untuk beberapa tempat wisata. Misalnya, aku masih menemukan nasi padang Rp 10,000 di Jakarta. Tapi di Kuta, nasi padang bisa lebih mahal beberapa ribu,” Jani, begitu ia dipanggil, langsung curhat waktu saya ajak mengobrol.
Tapi uniknya, menurut Jani, biaya transportasi di Jakarta justru lebih hemat karena di Bali minim transportasi umum, walau baru-baru ini transportasi online sudah ada.
“Jadi dulu uang itu habis buat taksi atau bensin mobil. Tapi waktu tinggal di Bali kan masih belum bekerja, jadi semuanya ditanggung sama orangtua. Hehe,” jelasnya.
Jani mengungkapkan pengeluaran paling tinggi di Jakarta adalah uang kosan, yang dia bayar setiap bulan seharga Rp 2 juta. Sementara total yang ia habiskan setiap bulannya berkisar antara Rp4,5 – 5,5 juta.
“Hasrat terhadap kebendaan dan nongkrong di Jakarta juga mahal! Aku bisa habis sekitar Rp1 – 2 jutaan buat belanja dan ngumpul sama teman-teman. Namanya juga anak muda kan,” guraunya.
3. Amnesti Marta (26), Copywriter – Yogyakarta
Kamu pasti tahu atau pernah dengar deh, kalau Yogyakarta itu merupakan salah satu kota paling murah di Indonesia. Makanya, nggak aneh kalau Amnesti sangat merasakan perbedaan biaya hidup di kota asalnya dengan di ibu kota.
“Jelas jauh lebih murah di tempat asal, terutama makanan. Di Jogja, es teh manis dibanderol Rp1.500, sementara di Jakarta bisa Rp3,000 – Rp5,000. Sementara, kisaran harga makanan fancy berada di Rp35.000 – Rp60.000. Kalau di Jakarta, jumlah itu hanya bisa untuk membeli gado-gado di rumah makan premium,” Amnesti menjelaskan.
Amnesti juga bilang kalau pengeluaran tertinggi dia selama hidup di Jakarta adalah biaya makan dan kost. Setiap bulan ia harus membayar sekitar Rp2,1 juta hanya untuk uang kosan dengan fasilitas yang cukup lengkap.
“Sebulan itu bisa habis Rp5 jutaan di Jakarta untuk kosan, transportasi, makan, dan nongkrong. Kalau di Jogja Rp1,5 juta saja udah cukup buat sebulan,” jelas Amnesti.
4. Hagi Al-raqi (27), Self-employed – Solok, Sumatera Barat
Pria yang pernah bekerja di salah satu instansi pemerintah ini curhat bahwa Jakarta adalah kota dengan biaya tempat tinggal paling mahal di Indonesia.
“Setiap bulan, saya bayar kosan Rp950 ribu dengan fasilitas seadanya. Nah, kalau di Solok, harga segitu bisa dapat tempat dengan fasilitas yang jauh lebih mewah,” keluhnya.
Tapi kalau soal makanan, Hagi mengaku harga di Jakarta dan di Solok nggak jauh berbeda. Harga sebungkus nasi padang di Jakarta sama dengan Solok. Namun, karena harus beli jadi biaya hidup lebih mahal dibandingkan dengan di Solok. Soalnya kalu di Solok kan tinggal di rumah sendiri dengan makanan yang dimasak sendiri.
“Kalau di Jakarta biaya makan itu bisa sampai Rp1,5 juta per bulan. Ditambah dengan biaya nongkrong yang bisa menghabiskan Rp150 ribuan sekali nongkrong. Tapi saya nggak nongkrong setiap hari sih. Jadi paling menghabiskan sekitar Rp500an saja setiap bulan,” jelasnya.
Setiap bulan Hagi menghabiskan sekitar Rp2,8 juta untuk biaya hidup diri sendiri di Jakarta. Dibandingkan dengan di Solok, dia cuma menghabiskan rata-rata Rp2 juta. Itu pun sudah termasuk membantu keperluan di rumahnya.
Artikel Terkait: Keuangan bagi pasangan dan si jomblo
- Ini 5 Alasan Uang Bukanlah Masalah Besar Dalam Suatu Hubungan
- Masih Pacaran Sudah Punya Rekening Bersama? Penting Nggak, Sih?
- 7 Tanda Kejombloan Ini Bisa Menjauhkan Kamu dari Kesuksesan
5. Hanna Patricia (26), Pramugari dari Batam
Sama seperti teman-teman saya yang lain, Hanna juga merasa kalau biaya hidup di Jakarta lebih tinggi dari tempat asalnya. Baik dari segi transportasi atau pun tempat tinggal. Namun, untuk urusan fashion, ternyata Batam lebih mahal!
“Kalau harga baju, bedanya itu bisa Rp 100 – 200 ribu. Sementara kalau untuk harga minuman dan makanan hampir sama. Cuma, kalau di Batam kan, tinggal di rumah. Jadi tetap saja lebih mahal tinggal di Jakarta,” jelas Hanna.
Hanna mengaku bisa menghabiskan Rp5 – 6 juta per bulan saat tinggal di Jakarta. Angka itu sangat jauh kalau dibandingkan waktu tinggal di Batam, yang mana dia cuma mengeluarkan Rp1,5 juta per bulan untuk biaya nongkrong dengan teman-temannya.
“Paling mahal itu bayar kosan, sebulan Rp 2,5 juta. Menyusul dengan uang nongkrong. Dalam sebulan aku bisa menghabiskan Rp 2 juta,” kata Hanna.
Begitulah curhatan anak rantau yang tinggal dan bekerja di Jakarta. Semua jadi punya pengeluaran atau kebiasaan belanja yang lebih besar saat tinggal di Jakarta. Yang paling besar umumnya adalah untuk tempat tinggal dan biaya nongkrong!
Maklum, namanya juga anak rantau ya, masalah utamanya pasti tempat tinggal. Menyusul nongkrong, yang pastinya dibutuhkan banget untuk menghilangkan penat dari pekerjaa dan berosialisasi dengan teman-teman untuk menghibur diri dari kerinduan akan kampung halaman.
Nah, gimana dengan kamu anak rantau lainnya? Apakah kebiasan belanja kamu berubah jadi lebih boros setelah tinggal di Jakarta?