SWARA – Kalau nonton konflik di sinetron, jadi geli sendiri. Apalagi kalau udah yang namanya rebutan harta. Kan banyak banget tuh, alur kisah menikah karena harta, perebutan saham di perusahaan keluarga, jatuh miskin mendadak, kekayaan beralih pada si pemeran antagonis, kekayaan kembali, lalu si pemeran antagonis pun nggak terima. Begitu seterusnya, perebutan harta berlanjut dan akan diulang sampai season sekian.

Hal seputar finansial memang sensitif. Namun dalam kehidupan nyata, tentu nggak se-lebay sinetron. Kalau mau mengambil contoh, ada kasus yang nggak jauh dari kehidupan sehari-hari, kok. Misalnya, seperti masih membiayai orang tua saat sudah berkeluarga.  

Sebenarnya ini nggak bisa disebut konflik finansial. Hanya saja, terkadang hal ini bisa menimbulkan kecemburuan dan rasa curiga yang akhirnya memicu pertengkaran kecil. Kebetulan hal tersebut dialami teman saya, yang suaminya masih membiayai orang tua. Toh, faktanya, perkara membiayai orang tua ini nggak jadi konflik. Kehidupan mereka justru akur-akur saja tanpa perlu perdebatan.

 

Artikel terkait: Peranan Faktor Finansial dalam Rumah Tangga

  1. 5 Tips Ini Dapat Mencegah Perceraian yang Disebabkan Faktor Finansial!
  2. Jangan Cuma Ngebet Pingin Nikah, Kamu juga Harus Mempelajari Apa Itu Harta Bersa…
  3. 3 Cara Membuat Prioritas Pengeluaran Setelah Menikah

 

Di lain hal, keluarga mereka tetap memiliki kebutuhan rumah tangga yang tentu nggak sedikit. Apalagi saat ini mereka sudah memiliki momongan. Namun, atas keikhlasan dan support teman saya, kehidupan dan perekonomian mereka tetap stabil. Saya bisa belajar banyak dari teman saya, bahwa ternyata memiliki pasangan yang masih membiayai orang tua, nggak hanya cukup dengan support dan rasa ikhlas.

 

1. Terbuka dan diskusi dengan pasangan

Ternyata, sejak masa pacaran, teman saya sudah tahu kalau calon suaminya masih membiayai orang tua. Ia paham, kemungkinan besar, hal itu akan berlanjut ketika mereka sudah menikah. Untungnya, hal ini sudah disampaikan karena memang calonnya terbuka.

Mereka lantas berdiskusi. Intinya, teman saya nggak keberatan. Toh, kalau harus menunggu calonnya nggak membiayai orang tuanya, mereka baru bisa menikah 5 tahun lagi. Teman saya pun mengizinkan dan sanggup untuk memikul tanggung jawab ini bersama. Dia sudah tahu, konsekuensi yang harus dijalani.

Wah ini bisa buat pembelajaran saya, nih. Besok kalau mau menikah, bisa lah saya meminta pasangan untuk terbuka dan diskusi terkait kondisi finansial. Ya, biar siap sejak sebelum menikah.

 

2. Memahami dan menanamkan tenggang rasa

Biar bagaimanapun, kemapanan yang didapatkan suami teman saya (dan nantinya akan dinikmati bersamanya) nggak lepas dari jerih payah orang tua yang menyekolahkannya tinggi-tinggi. Bahwa saat ini gantian adiknya yang masuk kuliah dan tabungan orang tua sudah menipis. Jadilah suaminya merasa harus berbakti dengan menyekolahkan adiknya.

Teman saya paham betul akan kondisi ini. Untuk itu dia mencoba berempati dan tenggang rasa. Karena sejak awal suaminya sudah terbuka dan diskusi tadi, teman saya pun mampu memahami sehingga saat sudah menikah dia benar-benar sudah siap.

 

3. Membuat alokasi bulanan

Biar nggak keteteran, mereka membuat alokasi pendapatan dan pengeluaran. Tentu ini didiskusikan bersama-sama, nggak satu pihak dari teman saya saja. Sejak awal, mereka berdua membuat alokasi seperti biaya pokok (makan, transportasi, kebutuhan anak, listrik, dll), kebutuhan pribadi, uang untuk orang tua, dana darurat, dan tentu saja tabungan. Selanjutnya, tergantung pintar-pintarnya teman saya untuk mengelola uang dari suami agar nggak defisit.

 

Artikel terkait: Peran Istri dalam Finansial Keluarga

  1. Wajib Baca: 6 Tips Kelola Gaji 6 Juta Supaya Lebih Kaya!
  2. Bagaimana Mengatur Pengeluaran Rumah Tangga untuk Suami Istri yang Bekerja?
  3. Ini 5 Tanda Istri Cerdas Mengelola Keuangan Rumah Tangga!

 

4. Menyemangati pasanganmu bekerja

Teman saya paham, pasangan yang masih membiayai orang tua bisa saja membuat beban finansial jadi lebih berat dari seharusnya. Itu sebabnya, yang bisa dia lakukan adalah terus mendukung dan menyemangati suami untuk giat bekerja. Selain itu, teman saya juga mengajak suaminya untuk mulai bisnis kecil-kecilan dan memiliki pekerjaan sampingan. Bisnis dan pekerjaan sampingan inilah yang nanti  dikerjakan teman saya ketika suaminya sibuk bekerja di kantor. Ya, mereka benar-benar kompak!  

 

5. Terbuka dengan orang tua

Setelah dipersiapkan dengan baik, ada kalanya keuangan nggak begitu stabil. Ketika bisnis yang mereka rintis nggak memberikan banyak keuntungan, tentu teman saya akan bercerita dan mengajak suaminya berdiskusi. Nantinya, ini juga akan disampaikan kepada orang tua agar mau mengerti. Iya, tetap orang tua akan dibiayai setiap bulan, tapi bisa jadi nggak sebanyak biasanya.

Keterbukaan dengan orang tua juga nggak dilakukan teman saya saat usaha lagi surut. Ketika bisnis lagi baik pun, teman saya akan bercerita pada pasangan dan ibu mertua. Teman saya yakin, dengan keterbukaan pada setiap kondisi keuangan, akan membuat keluarganya semakin harmonis.  

Nah, jadi apa pun itu permasalahannya, nggak perlu jadi kaya sinetron, kan? Buat kamu yang mengalami hal yang sama, tips dari teman saya ini bisa kamu coba lho. Semangat!

 

Pinjaman Tunaiku

 

 

 

 


TRI PUSPITASARI

TRI PUSPITASARI