SWARA – “Beb, nikah, yuk. Timeline media sosialku isinya temen-temen pada upload foto nikahan semua, nih. Masa kita belom?” Hm, nggak asing dengan isi percakapan di atas? Bagimu yang menginjak usia 20-an, kata ‘menikah’ kerap jadi isu sensitif untuk diperbincangkan. Pinginnya, sih sesegera mungkin, tapi pasanganmu merasa belum siap secara keseluruhan.
Memang, hampir semua orang mendambakan kehidupan pernikahan yang bahagia. Berharap bisa berbagi hidup selamanya dengan pasangan yang dicintai. Duh, padahal perkawinan nggak selalu berakhir romantis seperti di cerita dongeng, lho. Ketidaksiapan akan masalah finansial maupun tanggung jawab lainnya, mungkin saja terjadi pada pernikahanmu nanti. Pada akhirnya, keputusan untuk berpisah atau bercerai tak dapat dihindari lagi.
Ketika perceraian terjadi, masalah yang seringkali menyertai adalah pembagian harta bersama atau biasa disebut ‘harta gono-gini’. Pada banyak kasus, perempuan umumnya jadi pihak yang mengalami ketidakadilan dalam pembagian harta ini.
Nah, buatmu yang memang pingin segera menikah, nggak ada salahnya untuk memahami tentang harta gono-gini lebih dulu. Bukan berarti pesimis dengan pernikahanmu nanti. Justru, ini bisa jadi langkah untuk menghindari munculnya masalah terkait harta bersama dalam perkawinan.
Apa, sih yang dimaksud harta gono-gini?
Singkatnya, harta gono-gini adalah harta yang diperoleh selama berlangsungnya perkawinan. Harta bersama meliputi hasil usaha dari suami dan istri secara bersama ataupun salah seorang dari kalian. Harta bersama ini dapat berupa benda berwujud atau tak berwujud, benda bergerak atau tak bergerak, dan surat-surat berharga. Apabila terjadi perceraian, baik istri maupun suami berhak menerima separuh bagian dari harta bersama ini.
Apa saja harta yang tidak termasuk gono-gini?
Harta kekayaan yang dimiliki sebelum perkawinan atau harta bawaan bukan termasuk harta bersama. Harta suami tetap akan menjadi milik suami, dan begitu pula harta istri tetap menjadi milik istri sendiri. Sementara untuk mahar, warisan, hadiah, dan hibah yang didapat selama perkawinan bukan termasuk harta bersama.
Ketidakadilan dalam pembagian harta gono-gini seringkali dialami para istri
Ketika terjadi perceraian, wanita atau istri sering jadi pihak yang merasakan ketidakadilan dalam pembagian harta gono-gini. Pasalnya, istri dianggap bertugas penuh mengurus rumah tangga, ia tidak ikut serta dalam mengumpulkan harta bersama. Hal inilah yang dijadikan alasan supaya ia tak mendapatkan porsi harta gono-gini yang sesuai. Padahal setelah bercerai, hak asuh anak biasanya jatuh pada istri. Tentu saja, mengasuh buah hati seorang diri butuh kondisi keuangan yang stabil.
Perjanjian perkawinan bisa jadi solusi ketidakadilan pembagian harta bersama
Untuk mengantisipasi terjadinya ketidakadilan dalam pembagian harta gono-gini, perjanjian perkawinan bisa jadi solusinya. Perjanjian ini dibuat pada waktu pernikahan terjadi atau bisa juga sebelumnya. Ada tiga hal penting yang perlu dicatat dalam perjanjian ini antara lain: ketentuan pembagian harta bersama termasuk prosentase pembagian jika terjadi perceraian, pengaturan dan penanganan urusan keuangan keluarga selama perkawinan berlangsung, dan pemisahan harta suami dan istri selama perkawinan berlangsung.
Membicarakan perihal harta gono-gini sebelum pernikahan terjadi, mungkin membuatmu dan pasangan nggak nyaman. Membayangkan perceraian di masa depan tentu bukan hal menyenangkan. Namun, sadarilah bahwa apa yang akan terjadi di masa depan tidak bisa kamu prediksi. Lagipula, memahami arti sesungguhnya harta gono-gini bisa membuatmu dan pasangan jadi lebih bijaksana dalam mengelola keuangan rumah tangga. Perceraian pun bisa dihindari jika kalian berusaha saling memahami dalam segala kondisi.