SWARA – Hidup memang bagaikan roda yang berputar, kadang di bawah, kadang di atas. Juga kadang, tanpa disangka, gaji yang kita terima di bulan ini tidak penuh seperti biasanya, alias perusahaan memberlakukan potong gaji atau ada penyesuaian gaji.

 

Baru saja saya mendengar cerita dari adik saya kalau salah satu temannya harus bersiap-siap jika bulan depan penggajiannya akan ada penyesuaian. Dia yang biasanya mendapat gaji bersih Rp9 juta per bulan, harus siap-siap jika bulan depan hanya menerima setengahnya.

 

Lain cerita dengan salah satu teman saya yang adalah pramugari maskapai luar negeri. Ia sudah mulai dirumahkan sejak awal April dan belum kembali terbang sampai sekarang. Soal gaji, nggak perlu ditanya. Bisa dapat gaji pokok tanpa tunjangan saja sudah bersyukur.

 

Hal ini terjadi di mana-mana

5 Cara Bertahan Hidup Saat Perusahaan Potong Gaji di Masa COVID-19
Photo by Lily Banse on Unsplash

 

Saya rasa hal ini bukan hanya dialami segelintir orang, tapi hampir semua negara yang terpapar wabah COVID-19 pun kena imbasnya. Bahkan negara semakmur New Zealand pun mengalaminya, sehingga seluruh jajaran menteri dan pegawai negeri sipil dengan jabatan setara direktur akan dipotong gajinya sebanyak 20% sampai 6 bulan ke depan.

 

Di Indonesia sendiri banyak perusahaan yang lebih memilih untuk potong gaji karyawannya dan menunda THR, daripada harus melakukan PHK. Beberapa perusahaan tersebut adalah Air Asia, Garuda Indonesia, KFC, termasuk juga Bank Indonesia serta para Aparatur Sipil Negara (ASN).

 

Dilansir dari kompas.com, Air Asia memberlakukan kebijakan ini karena memang cashflow mereka terganggu karena COVID-19. Sehingga beberapa pegawai harus mengalami potong gaji, termasuk Direktur Utama Air Asia Veranita Yosephine pun mengalami pemotongan hingga 50%.

 

Baca juga: 6 Langkah Mengatur Keuangan Saat Kehilangan Pekerjaan Karena Dampak COVID-19

 

Mari kencangkan ikat pinggang

Yang jadi pertanyaan, kalau gaji kita tidak utuh (yang entah sampai kapan), bagaimana kita mengatur keuangan kita dan bertahan hidup? Jika kamu termasuk orang yang mengalami hal ini, mungkin bisa coba untuk melakukan hal-hal di bawah ini.

 

1. Rinci pengeluaran yang rutin

Hal pertama dan terutama yang bisa kamu lakukan adalah merinci semua pengeluaran yang biasanya setiap bulan ada. Syukur-syukur kalau kamu termasuk orang yang rajin mencatat cashflow setiap hari, karena lebih detail lebih baik.

 

Apa saja pengeluaran yang pasti ada tiap bulan pada umumnya?

  • Biaya transportasi
  • Makan
  • Belanja bulanan
  • Tabungan
  • Uang kost/kontrakan
  • Cicilan
  • Pulsa dan paket data
  • Nongkrong bareng teman
  • Aplikasi berlangganan (untuk streaming musik atau film)
  • Dan lain-lain

 

Setelah kita merinci pengeluaran yang rutin kita keluarkan tiap bulannya, kita bisa membaginya dalam beberapa kategori, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder atau tersier. Dari sini, kita bisa lebih mudah untuk memutuskan mana saja pengeluaran yang bisa kita pertahankan, kurangi, atau eliminasi sekalian.

 

2. Potong pengeluaran yang tidak perlu

 

Masuk tahap kedua, yaitu memotong pengeluaran yang tidak terlalu krusial atau bukan termasuk kebutuhan primer. Hal ini bisa kita lihat dari rincian pengeluaran rutin sebelumnya. Selain biaya yang memang jadi kebutuhan pokok, seperti makan, belanja bulanan, uang kost/kontrakan, juga pulsa dan paket data (zaman sekarang hidup tanpa internet itu memang hampir tak mungkin, sobat~).

 

Pengeluaran lainnya bisa kita kurangi porsinya atau hilangkan untuk sementara. Misalnya biaya nongkrong sudah pasti kita eliminasi, karena kebetulan orang-orang juga lagi jarang keluar rumah karena physical distancing. Lalu biaya-biaya yang kecil tapi ternyata kalau dijumlah cukup banyak, misalnya langganan streaming musik, film, dan belanja online yang sifatnya hiburan, bisa kita hilangkan juga.

 

Tapi pemotongan di sini bukan berarti kita tidak boleh senang-senang sama sekali, ya. Boleh, tapi bisa dikurangi biayanya. Biasanya kita streaming musik berlangganan? Tunda dulu sementara, beralih ke platform yang gratisan, seperti YouTube. Inti dari pemotongan ini adalah sebisa mungkin mengurangi pengeluaran agar bisa bertahan sampai gajian berikutnya.

 

Baca juga: Unpaid Leave Karena Pandemi, Simak Cara Untuk Bertahan!

 

3. Ubah gaya hidup

Kalau dengan gaji utuh kita biasa belanja keperluan sehari-hari di mall, mungkin sekarang kita bisa mulai menyesuaikan kebiasaan ini dengan uang yang ada di tangan. Jika kamu tinggal di kompleks perumahan, mungkin bisa mulai berlangganan dengan tukang sayur kesayangan ibu-ibu kompleks. Selain harganya yang cenderung lebih murah, kualitasnya juga nggak kalah, kok, sama yang ada di PasarSegar atau Hore. Sama-sama fresh.

 

Saya pribadi mulai memotong ongkos ngopi dan jajan boba saya yang biasanya sebulan bisa menghabiskan kurang lebih Rp500 ribu sebulannya. Saya menurunkan ego dan beralih ke produk-produk DIY, seperti bikin kopi susu sendiri dari kopi instan kekinian (yang ternyata modalnya nggak sampe Rp5.000/gelas) dan bikin pearl boba sendiri yang saya contek tutorialnya dari YouTube.

 

Contoh nyatanya terjadi juga dengan ibu saya yang menyesuaikan produk keperluan rumah tangga dengan mencari yang sedang promo. Misalnya belanja sabun cuci piring. Harga merek sabun cuci piring favoritnya itu Rp14.000, tapi karena merek sebelah lagi promo buy 1 get 1 dengan harga yang sama, beliau pilih beli merk yang satunya. Ketika ditanya kenapa, jawabnya, “Ah…semuanya sama aja, sama-sama ngilangin lemak dan bersih.”

 

Mungkin mental seperti ibu saya bisa mulai diterapkan ketika kamu mengalami potong gaji secara mendadak. Say goodbye (for a while) to those fancy salads and make your own, for a safer future.

 

4. Jika ada cicilan, bisa minta keringanan pembayaran

 

Zaman sekarang, hampir tidak mungkin hidup lepas dari cicilan, mulai dari cicilan KPR, kredit motor, cicilan handphone, cicilan kulkas, bahkan ada juga yang punya cicilan skincare. Lalu kalau kita alami potong gaji, bagaimana cara kita membayar cicilan ini, padahal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit?

 

Menurut Warta Ekonomi, Presiden Joko Widodo memang mengimbau setiap pihak pemberi cicilan untuk memberlakukan relaksasi kredit bagi para pelaku UMKM dan pekerja informal yang terkena dampak COVID-19. Relaksasi tersebut mulai dari penundaan pembayaran cicilan kredit sampai dengan satu tahun hingga penurunan bunga.

 

Misalnya kita ambil kasus dari teman adik saya yang sebulan gajinya Rp9 juta dan bulan depan akan ada penyesuaian gaji. Katakanlah dia akhirnya harus bertahan dengan gaji Rp4,5 juta selama sebulan dan tiap bulan ada tagihan kartu kredit sekitar Rp2,5.

 

Biasanya ia selalu bayar penuh, tidak pernah bayar minimum payment. Tapi kondisi berkata lain karena kalau ia bayar tagihannya utuh, uang tersisa hanya Rp2 juta. Kalau ia nge-kost yang sebulannya Rp2 juta, dia makan apa?

 

Hal yang paling masuk akan untuk dilakukan adalah meminta keringanan dari bank terkait untuk membayar tagihan. Adapun kebijakan tersebut dirilis oleh Bank Indonesia pada tanggal 1 Mei 2020, seperti yang dilansir dari Bisnis Indonesia, ada beberapa kelonggaran yang bisa kita dapatkan, yakni

  • penurunan batas maksimum suku bunga yang sebelumnya 2,5 persen per bulan menjadi 2 persen per bulan
  • penurunan sementara nilai pembayaran minimum yang sebelumnya 10 persen menjadi 5 persen
  • penurunan sementara besaran denda keterlambatan bayar dari 3 persen atau maksimal Rp150.000 menjadi 1 persen atau maksimal Rp100.000

 

Bank Indonesia juga mendukung kebijakan penerbit kartu kredit untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran bagi nasabah yang terdampak COVID-19.

 

Yang paling nyaman memang membayar minimum payment, karena pasti nominalnya kecil. Tapi kita juga harus siap risikonya, yaitu bunga. Lebih baik memang langsung ditanyakan ke pihak bank terkait, kelonggaran seperti apa yang bisa kamu dapatkan.

 

Hal ini hanya salah satu contoh kasus untuk meminta relaksasi atau keringanan bayar, ya. Untuk kasus yang lain mungkin prosesnya akan berbeda. Yang pasti, proses meminta kelonggaran ini tidak dapat diproses dengan cepat, karena nasabah bukan hanya kamu saja. Jadi memang di sini dilatih kesabaran, karena pada dasarnya pihak bank juga berusaha untuk memberikan pelayanan yang layak bagi semua nasabah.

 

5. Sebisa mungkin jangan kurangi tabungan

 

Ketika pendapatan kita berkurang, pikiran kita pasti langsung berusaha untuk menutupi biaya yang primer dulu, seperti yang sudah disebutkan di atas. Lalu munculah godaan untuk mengurangi atau menunda untuk menabung. Kalau itu yang ada di pikiran kamu…TOBAT, SOBAT! TOBAT! *mendadak jadi mamah dedeh*

 

Walau pemasukan kamu berkurang, setidaknya tabungan harus tetap jalan. Tapi, kak, nggak mungkin dong, kalau gaji tinggal setengah, jumlah yang ditabung tetap sama? Aku makan apaaa? Jangan sedih, bukan jumlahnya yang harus kamu pikirkan, tapi persentasenya. Mari kita hitung-hitungan!

 

  • Gaji utuh sebelum pemotongan : Rp5.000.000
  • Tabungan per bulan (20% x gaji) : Rp1.000.000

 

Lalu misalkan kamu mengalami pemotongan gaji sampai 50%, jadi:

 

  • Gaji setelah ada penyesuaian : Rp2.500.000
  • Tabungan per bulan (20% x gaji) : Rp500.000

 

Jumlah yang kamu tabung memang akan berkurang dari biasanya, tapi setidaknya tetap ada uang yang kamu simpan, yang siapa tahu bisa kamu gunakan untuk masa-masa yang lebih sulit. 

 

Baca juga: Bangkit Setelah Kena PHK, Lakukan 5 Hal Ini Agar Tetap Semangat

 

Nah, itu dia langkah-langkah yang sekiranya bisa dilakukan jika kamu mengalami pemotongan gaji di saat COVID-19 seperti ini. Yang harus kita siapkan secara mental adalah kita tidak bisa lagi melakukan gaya hidup yang sama seperti ketika mendapatkan gaji tanpa potongan.

 

Saya tidak bilang ini akan mudah, karena akan ada banyak pengorbanan selama masa penyesuaian ini. Tapi percaya, deh, ini tidak akan berlangsung selamanya. Mungkin bukan dalam waktu yang cepat, tapi pasti akan berangsur-angsur baik dan kembali normal. 

 

Untuk kamu yang juga ingin tahu perkembangan finansial dan tips mengatur keuangan selama pandemi COVID-19 ini, kamu juga bisa cek langsung di kolom FOKUS SWARA, ya. Selamat membaca!