Millennials atau Generasi Y atau Generasi Langgas disebut sebagai generasi spesial. Mereka lahir dan tumbuh besar di peralihan zaman tradisional ke modern. Masa peralihan tersebut membuat mereka menjadi generasi yang kreatif, inovatif, dan cepat beradaptasi terhadap perubahan baru. Saya pun salah satu generasi tersebut.

Saat ini, Generasi Langgas berada di usia produktif bekerja. Di samping karakter modern yang melekat, ternyata generasi ini dikenal juga sebagai generasi job-hopping atau bisa dibilang hobi pindah kerja atau dikenal juga dengan istilah “kutu loncat”. Dalam satu tahun, 21% Generasi Langgas berpindah pekerjaan baru. Angka tersebut mungkin kecil, tapi sebetulnya tiga kali lipat dari generasi-generasi lain.

Alasannya cukup masuk akal. Mengutip tulisan di Forbes yang mengambil sudut positif dari fenomena “kutu loncat”, kaum Millennials hobi berpindah kerja karena mencari penghasilan lebih baik, ingin lebih mengembangkan karier, mencari suasana baru di kota bahkan negara lain, atau merasa tidak cocok dengan budaya perusahaan.

Namun, bagaimana kalau ternyata kita berpindah kerja didasari keputusan yang impulsif atau tanpa pikir panjang?

Nah, belum lama ini, saya membaca buku Ryan Holiday berjudul The Obstacle is the Way. Saya merasa buku ini bisa membantu kita ketika menghadapi masalah di kantor: gaji kurang, nggak cocok sama culture, karier nggak berkembang, teman sekantor menyebalkan, atau desas-desus perusahaan merugi. Jadi, sebelum impulsif minta resign, mungkin kita bisa melihat masalah tersebut dalam perspektif berbeda.

Buku ini menyelipkan cara-cara bagaimana para tokoh ternama dunia menghadapi suatu kendala sebelum mereka sukses seperti saat ini. Ada kisah Barack Obama, Amelia Earhart, Steve Jobs, legenda samurai, dan sebagainya. Memang lebih seru membaca buku ini dari awal. Tapi, saya coba rangkumkan beberapa poin yang bisa jadi survival kit kita sebagai Generasi Langgas. Ini dia 3 cara supaya nggak jadi Millennials yang “kutu loncat” tanpa pikir panjang.

 

1. Mengontrol emosi

Buku ini bilang, ‘When people panic, they make mistakes.’ Holiday menceritakan para astronot NASA yang dilatih seni untuk tidak panik. Ketika berada di luar angkasa, penting sekali para astronot tidak mudah panik ketika terjadi perubahan yang tidak sesuai rencana.

Jadi, belajarlah tidak panik seperti para astronot. Ketika mendengar desas desus tidak enak mengenai kondisi perusahaan, misalnya, teman-teman lain panik dan mulai membuka LinkedIn mencari lowongan pekerjaan baru. Tapi kita tidak perlu ikutan panik dulu dan terburu-buru mengambil keputusan gegabah.

 

2. Abaikan pengaruh luar

Dalam buku, Holiday mengutip dua kata penting filsuf Epictetus, yakni persist dan resist. Gigih (persist) bekerja dari dalam diri dan menolak (resist) segala bentuk gangguan dari luar diri. Ada teman yang memandang pekerjaan sebagai penghasil uang, ada pula yang memandang sebagai pengembang karier. Ketika ada teman yang pindah kerja karena gaji menggiurkan di tempat lain, bukan berarti kita harus melakukan hal yang sama. Ingat dan fokus dengan tujuan awal itu penting sehingga tidak mudah terdistraksi walau mendapat pengaruh dari luar.

 

3. Tidak harus melangkah maju

Terkadang, kita juga tidak harus melangkah maju. Kita bisa diam di tempat, atau mencoba pindah ke sebelah, atau bahkan mundur ke belakang. Sebagai Millennials, tak jarang kita menganggap bahwa mendapat kesuksesan adalah dengan bergerak maju. Padahal, tidak harus begitu.

Kita mungkin tidak perlu langsung berpindah pekerjaan. Kita bisa diam di tempat sekarang dan mencoba memberikan yang terbaik. Salah seorang teman memutuskan untuk tetap bekerja di kantornya saat ini walau kondisi perusahaan tersebut sedang tidak stabil. Hampir semua teman satu divisinya keluar. Seiring berjalannya waktu, memang terjadi perubahan. Tapi, ia justru mendapat pengalaman lebih berharga dari teman-temannya yang lain karena dipercayakan mengerjakan proyek inovasi baru di perusahaan tersebut, posisi lebih tinggi, dan tentunya gaji lebih besar.

Makanya, penting sekali untuk kita punya perspektif yang tepat agar dapat mengambil aksi yang tepat pula.

 

Itu dia kurang lebih poin-poin yang bisa kita lalui sebelum mengambil keputusan yang akan berpengaruh pada karier kita. Mungkin cara-cara di atas tampak kurang kekinian buat generasi seperti kita-kita ini, tapi tidak ada salahnya menengok bagaimana generasi-generasi terdahulu (para tokoh ternama di buku The Obstacle is the Way yang mungkin tidak bisa saya uraikan panjang lebar di blog ini) berjuang. So, before you decide to quit, it is very wise to think twice first!

Kalau sudah melalui tiga hal tadi dan kemudian menemukan bahwa mencari pekerjaan baru adalah keputusan paling tepat, tidak masalah. Setidaknya, kita lebih mantap mengambil keputusan dan tidak akan menyesalinya.

 

Ini Swara Kamu dari:
Natasha Erika
Salah seorang pejuang Millennial di tengah hiruk-pikuk ibu kota.
nastasjaa.wordpress.com

 


Natasha tunaiku

Ini Swara Kamu dari:
Natasha Erika
Salah seorang pejuang Millennial di tengah hiruk-pikuk ibu kota.
nastasjaa.wordpress.com

 

Swara Kamu merupakan wadah untuk menyalurkan inspirasi, edukasi, dan kreasi lewat tulisanmu. Kamu bisa menyampaikan pendapat, pemikiran, atau informasi menarik seputar finansial dan karier. Ingin ikut berbagi inspirasi? Kirimkan segera tulisanmu ke: swara@tunaiku.com. Info lebih lanjut, klik link berikut: Swara Kamu.