SWARA – Di masa pandemik seperti ini, orang berlomba-lomba untuk mengatur keuangan sedemikian rupa agar aman di masa depan. Karena kalau boleh jujur, kita nggak tahu sampai kapan virus corona COVID-19 ini akan berlangsung dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, baik secara global atau di Indonesia sendiri. Lalu saya jadi bertanya-tanya, bagaimana dengan perilaku para pemain saham sekarang ini? Saya termasuk orang yang awam kalau ngomongin soal investasi, terutama investasi saham.Â
Tapi hal ini jadi menarik, karena kalau melihat berita, banyak orang justru jadi berbondong-bondong membeli saham yang sedang murah-murahnya.Â
Pertanyaanya adalah: hal ini bijakkah untuk dilakukan di keadaan seperti ini? Atau ini hanya kesenangan semata saja?
Saya jadi berpikir, ini sama kayak saya yang belanja di baju saat diskon akhir tahun nggak, ya? Sebenarnya saya nggak terlalu butuh jaket panjang musim dingin, tapi karena mumpung lagi murah, jadi saya beli saja. Tahunya kualitas jaket yang saya beli pun nggak bagus-bagus banget.
Kondisi pergerakan saham di dunia
Untuk menjawab pertanyaan saya ini, saya jadi cari tahu dulu apa yang sedang terjadi di luar sana. Menurut forbes.com, memang orang sedang gencar-gencarnya mempertaruhkan nasib investasi saham mereka sekarang ini.Â
Harus diborong kah? Atau jual semua saham yang kita punya dan lebih baik berinvestasi di masker dan sarung tangan karet? Ya, nggak gitu juga, sobat.
Sebenarnya yang paling menarik buat orang-orang berinvestasi saham itu adalah janjinya di masa depan. Kalau kita tekun melihat tren dan menyisihkan sebagian uang setiap bulannya, bisa jadi 10, 20, atau 30 tahun kemudian, kita sudah bisa menikmati hasilnya. Tanpa harus bekerja, kita bisa menikmati passive income dari hasil investasi.
Namun, melihat jebloknya saham di sektor perminyakan pada bulan Maret 2020 lalu saja sudah mempengaruhi nasib finansial secara global, yang membuat para pemain saham kawakan ketar-ketir.Â
Di Indonesia sendiri, dilansir dari Kontan, nasib IHSG sampai penutupan pasar saham Rabu (22/4/2020) lalu masih naik turun. Hal ini masih terpengaruh kuat oleh isu minyak mentah dan COVID-19. Ke depannya pun diperkirakan belum tentu ada pergerakan yang signifikan dalam waktu yang cepat.
Lalu bagaimana dengan nasib para investor yang masih pemula atau belum sekawakan itu?
Kenali profil kamu sebagai investor
Sebelum masuk bagaimana langkah selanjutnya yang harus kamu ambil, lebih baik kamu kenali dulu profil risikomu sebagai investor. Kamu itu orang yang seperti apa, sih? Yang suka main aman atau yang berani ambil risiko?
Yang saya tahu, dalam berinvestasi itu ada 3 profil risiko: Konservatif, Moderat, dan Agresif. Bagaimana cara kamu tahu kamu termasuk profil risiko yang mana? Bisa dilihat di penjelasan berikut ini:
Konservatif
Investor dengan profil Konservatif biasanya tidak terlalu suka dengan jenis investasi yang risiko meruginya tinggi. Lebih suka main aman dan keuntungannya pasti, walau tidak tinggi. Yang penting instrumen yang ia pilih dijamin kestabilannya.Â
Biasanya instrumen investasi yang dipilihnya ini berupa Deposito.Â
Moderat
Sedikit lebih berani dari si Konservatif, Investor dengan profil moderat tidak masalah jika mengalami sedikit kerugian dalam berinvestasi. Walau begitu Ia tetap berhati-hati memilih instrumen investasinya agar tidak mengalami kerugian terlalu besar.Â
Instrumen yang paling cocok untuk profil moderat adalah reksadana pendapatan tetap atau obligasi.
Agresif
Investor yang Agresif biasanya investor yang memegang teguh prinsip high risk high return. makanya mereka tid untukak takut untuk mengambil risiko yang besar dalam berinvestasi. Biasanya mereka memang sudah terbiasa dan mahir dalam berinvestasi.
Makanya mereka nggak takut untuk masuk ke investasi saham, reksadana saham, atau reksadana campuran.
Nah, kamu sendiri termasuk yang mana?
Kenali risiko yang kamu hadapi
Di tengah kondisi yang lagi naik turun dan tidak stabil seperti ini, pastinya risiko yang akan kamu hadapi lebih besar. Setiap saat kondisi bisa berubah, tergantung isu yang sedang beredar juga.Â
Misal ada isu finansial soal negara atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, hal ini bisa berdampak sensitif terhadap perubahan harga saham suatu entitas. Bikin deg-degan intinya.Â
Melihat kondisi seperti ini, sepertinya untuk para pemain dengan profil risiko Konservatif, sebaiknya ditahan dulu untuk ikut bermain. Iya, tahu, harganya lagi murah dan kamu penasaran. Tapi sudah siap dengan risiko rugi yang mungkin terjadi?
Sebaliknya, untuk si Moderat dan Agresif, kamu masih bisa coba bermain selama kamu tahu penempatan yang tepat, di waktu yang tepat juga.
Tapi sekadar mengingatkan, apapun risiko yang akan kamu ambil, yang paling penting sebelum berinvestasi di saat seperti ini adalah memastikan kamu punya uang yang cukup di dalam pos dana darurat.Â
Dengan begitu, ketika kamu mengalami kerugian dalam berinvestasi saham sekali pun, keuanganmu tidak akan terganggu. Sekali lagi, investasi saham di masa seperti ini memang berisiko, tapi bukan berarti mustahil.
Jadi, ketika kamu berkomitmen untuk masuk ke dalamnya, pastikan keuanganmu aman dan hasil apa pun yang kamu dapatkan kelak, tidak akan mengganggu masa depan kamu atau keluarga yang bergantung dengan kamu.
Tapi kalau tetap mau berinvestasi, lebih baik…
Masih juga bersikukuh ingin coba investasi di saat seperti ini? Boleh saja, tapi sebisa mungkin cocokan dengan profil risiko masing-masing untuk memilih instrumen investasi yang tepat.Â
Beberapa yang bisa dipilih itu adalah Deposito, Obligasi, dan Reksadana.
Deposito
Untuk deposito, ini bisa dibilang aman karena bunganya fixed, sehingga keuntungannya juga pasti akan menyesuaikan dengan bunga yang dijanjikan oleh Bank.Â
Hanya, deposito di Bank itu memang sifatnya bukan untuk mengeruk untung, tapi lebih menstabilkan karena keuntungannya tidak akan besar.
Obligasi
Sedangkan untuk obligasi, sebenarnya lebih menjanjikan dari Deposito, dengan catatan memilih Obigasi yang tepat. Ada dua jenis Obligasi, yaitu Obligasi Pemerintah dan Obligasi Korporasi.Â
Untuk risikonya sendiri, di saat ini memang lebih aman kalau mengambil Obligasi Pemerintah, yang biasa dikenal sebagai Surat Utang Negara atau Surat Berharga Negara (SBN).Â
SBN sendiri ada beberapa macam, antara lain Savings Bond Ritel (SBR), Sukuk Tabungan (ST), dan Obligasi Negara Ritel (ORI).
Baca juga: Ternyata, Ini yang Membuat Milenial Tertarik Pada Investasi SBN
Reksa Dana Pasar Uang
Dilansir dari Bareksa, ketika IHSG melemah, Reksa Dana Pasar Uang ternyata bisa kita jadikan pilihan untuk berinvestasi jangka pendek. Dalam kurun waktu satu tahun, ada dua reksadana pasar uang yang bisa diperkirakan dapat mencapai return sebesar 7,48% dan 7,31%, yaitu Capital Money Market Fund dan Sucorinvest Money Market Fund.
Kedua reksa dana ini memang memiliki tujuan untuk menghasilkan tingkat pertumbuhan yang optimal serta konsisten, dalam jangka waktu pendek dan menengah, serta memiliki likuiditas yang tinggi.
Kesimpulan
Setelah penjelasan panjang dan lebar, keputusan apakah masih bijak untuk investasi saham di tengah Virus Corona adalah kembali ke pribadi masing-masing. Risiko pasti ada, tinggal kita siap atau tidak menerima segala risikonya.
Kenali terlebih dulu profil risiko, lalu cocokkan dengan instrumen yang akan dipilih. Setelah itu, bermainlah.
Tapi satu hal yang harus diingat, walau keadaan belum stabil sampai artikel ini ditulis, percayalah bahwa harapan untuk kembali di kondisi normal itu ada. Indonesia pernah melalui krisis beberapa kali dan kita berhasil melaluinya. Jadi untuk yang kali ini, pasti akan lewat juga. Semangat!