SWARA – Apakah Indonesia sudah melek finansial? Bagi saya, nampaknya saya sudah jarang menemukan orang di sekitar saya yang belum memahami produk-produk perbankan dan keuangan. Bahkan, nggak sedikit dari mereka yang sudah menggunakan uang elektronik atau rekening ponsel dalam bertransaksi.
Hal ini tentu bagus. Artinya, tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia cukup tinggi, alias banyak yang melek secara finansial. Namun, aktivitas ini mungkin sudah biasa bagi saya generasi Millennials yang dikenal fasih menggunakan teknologi. Saya pun dikelilingi dengan teman-teman yang serupa. Saya kemudian menjadi bertanya-tanya, bagaimana dengan masyarakat lain yang mungkin berbeda generasi dengan saya? Atau, berbeda lingkungan sosial dengan saya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Swara bertemu Junanto Herdiawan di kantor BI FinTech Office, Jakarta. Pelaksana Tugas Kepala BI FinTech Office ini mendukung penuh pentingnya edukasi finansial bagi masyarakat Indonesia. Namun, ia juga menyampaikan perhatiannya terhadap edukasi finansial yang masih perlu ditingkatkan. “Edukasi (finansial) itu menjadi kunci. Namun, edukasi dan literasi (finansial) masih banyak PR di Indonesia,” ucapnya.
PR? Artinya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengerti tentang finansial. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi dan informasi. Zaman sekarang, smartphone sudah jadi hal yang umum dimiliki kebanyakan masyarakat. Namun, perkembangan teknologi di dunia finansial tidak hanya mempermudah kehidupan tapi juga memunculkan modus penipuan baru melalui ponsel. Maka dari itu, selain literasi finansial, literasi digital juga penting dilakukan.
“Teknologi itu tidak mempersulit. Teknologi justru mempermudah. Masalahnya adalah literasi digital juga perlu ditingkatkan. Teknologi dapat menjadi masalah jika tidak ada literasi terhadap hal tersebut. Contoh, ditelepon terus diminta transfer uang, lalu kita transfer begitu saja. Ditawari kalau uang itu bisa digandakan, lalu kita memberi uang begitu saja. Hal-hal seperti itu yang perlu kita edukasi,” jelas Junanto.
Kita mungkin sudah tahu soal modus-modus demikian, tapi belum tentu dengan orang-orang di sekitar kita. Tukang sayur keliling, mbak cuci gosok di rumah, kakek-nenek kita, dan sebagainya. Adik saya yang bahkan generasi Millennials dan lulusan S1 saja bisa terkena penipuan ‘Polisi Minta Pulsa’ tahun lalu. Hal ini menunjukkan, kejadian ini bisa menimpa siapa saja.
Yuk, sama-sama belajar makin melek finansial di era teknologi dan berhati-hati dengan modus penipuan via ponsel berikut ini. Dan, jangan disimpan sendiri saja. Sampaikan juga kepada teman dan kerabatmu. Seperti yang diimbau Junanto, “Karena tugas ini adalah tugas untuk semua. Kita bersama.”
1. Kerabat masuk rumah sakit
Kamu pasti pernah menjumpai SMS “Mama Minta Pulsa,” salah satu modus lama di mana penipu berpura-pura menjadi kerabat target dan meminta dikirimkan pulsa dengan nominal tertentu. Ternyata, modus semacam ini masih ada, bahkan berkembang menjadi “Anak Masuk Rumah Sakit.”
Penipu berusaha menjaring calon korbannya dengan menyaru sebagai polisi atau petugas rumah sakit lalu mengabari calon korbannya bahwa kerabat dekatnya masuk UGD dan butuh dana saat itu juga.
Nggak jarang, pelaku menelepon korban pada waktu dini hari agar korban yang masih setengah sadar dan panik bisa lebih gampang dikelabui. Selain skenario “Anak Masuk RS,” pelaku juga sering menggunakan beberapa modus serupa, misalnya tertangkap polisi membawa narkoba atau ditilang.
Nah, kalau mendapat SMS atau telepon bernada semacam ini, jangan buru-buru percaya. Usahakan untuk kroscek terlebih dulu dengan kerabat yang bersangkutan biar kamu nggak termakan jebakan mereka.
Artikel terkait: Lebih hati-hati dalam bertransaksi online
- Waspadai Pencurian Data Pribadi Untuk Membobol Kartu Kredit!
- Biar Belanja Online-mu Aman dan Nyaman, 5 Tips Bertransaksi Online Ini Layak Jadi Perhatian!
- Ini Hal-hal yang Perlu Diwaspadai Ketika Investasi BitCoin
2. Meminta transfer uang ke rekening tertentu
Modus tipu-tipu yang satu ini juga nggak kalah marak menyambangi ponsel saya. Isi SMS-nya kurang lebih begini: “Kirim saja ke Rekening Bank XXX a/n XXX”. Pelaku memasang perangkap semacam ini ke banyak nomor ponsel dan mengharapkan rupiah dari mangsa yang memang hendak mentransfer uang.
Nah, ada cara jitu buat membekukan rekening yang digunakan oleh pelaku. Kamu cukup melaporkannya langsung ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui hotline1-500-655 atau mengirimkan screen capture SMS yang diterima melalui email Konsumen@ojk.go.id.
3. Hipnotis lewat telepon
Modus semacam ini sudah muncul sejak beberapa tahun terakhir. Sebetulnya saya masih ragu apakah hipnotis atau gendam bisa dilakukan lewat percakapan telepon, tapi hal serupa pernah dialami oleh seorang teman saya. Tanpa sadar, ia telah mentransfer uang jutaan rupiah ke rekening yang nggak dikenalnya.
Dari yang saya baca, modus semacam ini memanfaatkan kemampuan komunikasi yang efektif dalam melakukan sugesti kepada korban yang sedang lengah dan kurang fokus. Makanya, saat menerima telepon dari nomor yang nggak dikenal, usahakan selalu fokus dan jangan mudah percaya dengan kata-kata si penelepon. Hindari menerima telepon sambil mengerjakan kegiatan lain. Lebih bagus lagi bila ada seseorang di samping kamu.
Artikel terkait: Mengenal dekat produk-produk perbankan
- Ini, Nih Perbedaan Kegunaan Internet Banking, Mobile Banking, dan SMS Banking ya…
- Penting! Ketahuilah 5 Istilah Perbankan Ini yang Mungkin Masih Asing Bagimu
- 5 Alasan Memilih Pinjaman Uang Online Dibandingkan Rentenir
4. Penipuan e-cash
Nah, ini adalah modus yang belakangan tengah naik daun. Karena masih banyak orang yang belum memahami produk perbankan yang satu ini, sehingga pelaku bisa lebih mudah mengelabui korbannya. Padahal, e-cash sendiri merupakan salah satu bentuk uang elektronik dari sebuah bank yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai transaksi.
Salah satu trik yang saat ini biasa digunakan pelaku adalah dengan menyasar orang yang menjual barang secara online dengan berpura-pura menjadi pembeli. Pada saat hendak melakukan transfer, pelaku meminta untuk melakukan pembayaran melalui e-cash.
Nah, pelaku lalu mengarahkan korban ke ATM untuk mencairkan dana dari e-cash. Tapi alih-alih menerima uang, korban yang termakan jebakan justru mentransfer uang ke rekening e-cash si pelaku.
5. Menunggu korban menyebut nama
Mirip dengan modus ‘hipnotis’ modus ini juga memanfaatkan kemampuan komunikasi dan psikologis korban. Pelaku akan berpura-pura mengenal korban dan sudah lama nggak bertemu. Dia akan membuka percakapan yang sangat akrab lewat telepon seperi “Apa kabar, sudah lama nggak bertemu nih?”.
Pelaku nggak akan menyebutkan dia siapa, tapi justru menunggu korban menebak sebuah nama. Misalnya korban bilang “Ini siapa? Heru ya?” Maka pelaku akan mengklaim kalau dirinya memang Heru, sosok yang dikenal korban.
Selanjutnya pelaku akan bilang bahwa dia sedang dalam keadaan terdesak, seperti kecelakaan atau lainnya membutuhkan uang saa itu juga. Dengan kalimat-kalimat yang memohon dan mendesak, korban pun akan diminta mentransfer sejumlah uang ke rek pelaku. Setelah itu dia pun hilang tanpa jejak.
Itulah beberapa modus penipuan lewat ponsel yang masih marak sampai saat ini. Intinya sih, jangan turuti jika seseorang yang nggak dikenal memintamu untuk mentransfer sejumlah uang. Mudah-mudahan penjelasan di atas bisa mmebuat kamu lebih waspada.