SWARA – Bulan lalu, saya baru saja balik dari Jogja untuk kondangan teman seangkatan saat kuliah. Seperti biasa, tentu saja ada acara kongkow-kongkow sekaligus reuni kecil-kecilan. Nggak cuma dengan teman seangkatan, melainkan juga senior dan junior.

 

Kilas-balik masa kuliah, lantas jadi topik favorit untuk dibahas. Pengalaman saat di kelas, OSPEK, dan tentu saja kehidupan saat ini. Pertanyaan-pertanyaan seputar pekerjaan, jenis industri kerja, hingga rencana ke depan.

 

Saat masuk sesi curhat, Mbak dan Mas senior pun nggak ketinggalan berbagi tips soal keuangan. Terutama, saat awal mereka bekerja. Ada yang keuangannya bagus dan kini sudah mulai berburu hunian; ada pula yang masih keteteran, hidup dari gaji ke gaji.

 

Junior pun ikut tanya sana-sini, terlebih tetnang gimana rasanya jadi karyawan alias buruh ibu kota. Semisal, berat nggak, sih mengandalkan pemasukan sendiri tanpa sokongan orang tua? Maklum saja, sebagai bekal para fresh graduate masuk “rimba” bursa kerja.

 

Nah, menyadari pentingnya mengatur keuangan, saya jadi punya ide untuk merangkum beberapa obrolan dan percakapan menarik. Jadi, apa sih kata mereka untuk lulusan baru kerja soal finansial?

 

Artikel terkait: Masukan untuk Si Fresh Graduate, Wajib Baca!

  1. Apakah Jadi PNS Benar-benar Pilihan Karier yang Terbaik?
  2. Ini Dia 5 Sektor Industri yang Diprediksi Bakal Populer di Tahun 2017 Menurut Para Jobseeker!
  3. 5 Tunjangan Lain Paling Dicari Selain Gajiektor Industri yang Diprediksi Bakal Populer di Tahun 2017 Menurut Para Jobseeker!

`

“Senang-senangnya jangan keterusan, sampai lupa ada masa depan!”

 

Rini, Staf Administrasi dan Freelance Interpreter

Senior saya satu ini bahasa Jepangnya udah cas cis cus banget. Nggak heran kalau dia akhirnya mendaratkan pilihan pekerjaan yang butuh skill ini. Pilihan pekerjaan pertamanya, adalah menjadi staf administrasi di perusahaan Jepang bidang konstruksi di Cikarang. Selang beberapa tahun, ia memutuskan balik ke Jogja dan menjadi interpreter untuk kegiatan akademik.

 

“Di awal-awal bekerja, saya terlalu banyak menghabiskan pendapatan untuk berbelanja kebutuhan yang sebenarnya nggak perlu. Mungkin, karena terlalu senang bisa mengha silkan uang sendiri. Jadinya uang yang didapat langsung dikeluarkan tanpa perhitungan,” ungkap Rini.

 

Dengan peralihan karier menjadi interpreter freelance, ia yang kini berusia 26 pun cukup bingung mengatur finansial dengan pemasukan yang datangnya nggak menentu. Ditambah lagi, dulu nggak sempat menabung, mikirin investasi, dan aset. Jadi, ya kadang ketar-ketir juga mikirin masa depan.

 

Supaya junior-juniornya nggak menyesal, Rini berpesan agar jangan terlalu kesenengan karena udah punya duit sendiri, “Perasaan ingin menggunakan uang hasil keringat sendiri memang wajar. Namun, sebaiknya jangan berlarut, ya. Mulai pikirkan caranya membagi pengeluaran dan mulai menabung! Oh iya, dan kalau bisa, mulai pikirin juga aset lain kayak asuransi atau trading. Supaya kalau ada apa-apa dengan sumber penghasilan utama, masih ada sumber pemasukan lain.”

 

“Coba pakai metode amplop, tiap amplop diberi nama pengeluaran. Ada amplop jajan, belanja kebutuhan pribadi..”

 

Ade, Graphic Designer

Ade adalah eks rekan kerja saya, seorang Graphic Designer di salah satu creative agency  di ibu kota. Kalau dihitung, pendapatan sekitar Rp50 juta per tahun. Seperti Rini, penyesalannya sama, nggak jauh dari tabungan dan investasi.

 

Di tahun-tahun pertama, Ade menyebutkan, saat melihat teman-temannya lanjut kuliah ia baru sadar harus lebih disiplin mengatur duit.“Pas lihat teman-teman pada lanjut kuliah, baru sadar untuk ngumpulin duit buat kuliah lagi.”

 

Awal kerja, Ade sempat menggunakan metode amplop. Setiap amplop, diberi nama pos pengeluaran. Misalnya, amplop jajan, belanja kebutuhan pribadi, cicilan, dan lain-lain. Selain itu, Ade juga rutin membaca soal mengelola finansial di koran dan dari internet, misalnya kolom konsultan keuangan.

 

Sampai kini, kebiasaan keuangan yang menurutnya wajib adalah membuat skala prioritas pengeluaran.

 

“Abis terima gaji, sisihkan untuk tabungan dulu walaupun sedikit. Baru deh belanja. Oh iya, biasakan untuk nggak ke supermarket tanpa membawa daftar tertulis barang yang harus dibeli. Di awal bekerja lebih baik nggak usah pakai kartu kredit dulu, deh, tunggu sampai stabil,” ia menambahkan.

 

“Riset gaji industri kerja supaya bisa nego dan tahu ‘harga’.”

 

Adam, Software Developer

“Penyesalan pas awal-awal kerja. Waktu itu, saya nggak riset gaji industri pekerjaan secara mendalam. Jadinya, gajinya kecil. Walaupun masih UMR, tetap saja di bawah standar,” ungkap Adam saat ditanya kepahitan saat jadi pemburu kerja.

 

Memasuki tahun kelimanya, pendapatan Adam sudah menyentuh angka Rp100 juta/tahun. Saat ditanya sudah mapan atau belum. Adam sih mengaku cukup. Namun, tentunya ia ingin mendapatkan lebih dari sekadar gaji. Itu sebabnya, ia memilih investasi jangka pendek untuk goal short-term yang ia punya.

 

“Melek finansial itu harus. Awal saya mulai ngeh dengan investasi, sih, karena sering baca-baca buku finansial. Kebetulan pekerjaan saya juga mengharuskan saya ngerti basic finansial dan ekonomi.”

 

Adam pun menekankan untuk jeli riset gaji industri kerja yang dituju. Selain itu, proses mengajukan gaji nggak bisa sembarangan. Harus disesuaikan dengan estimasi pengeluaran bulanan.

 

“Satu hal lagi, harus belajar bedakan antara biaya hidup bulanan dan biaya gaya hidup, ya.  Karena satunya wajib dan nggak bisa ditawar; sedangkan satunya bisa banget dinegosiasikan.”  

 

“Kerja sosial boleh. Tapi jangan sampai lupa mengejar kemapanan finansial diri juga.”

 

Farilyn, Karyawan

Farilyn, saat ini bekerja sebagai karyawan di salah satu institusi pemerintah. Sebelumnya, Farilyn sempat menjadi seorang wirausaha sosial di kampung halaman selama beberapa waktu selepas kuliah. Nah, ternyata keasyikan kegiatan ini justru sedikit ia sesali karena sampai bikin ia lupa mengejar kemapanan finansial.

 

“Karena sibuk wirausaha sosial, saya jadi lupa sama kebutuhan finansial diri sendiri. Di usia ke-27 sebenarnya sudah mulai ingin investasi, tapi masih tertunda gara-gara modalnya belum cukup,” ungkapnya.  

 

Dengan penghasilan sekitar Rp 66 juta/tahun, Farilyn pun sedang berusaha banget untuk bisa mengejar financial stability. Termasuk di dalamnya, mimpi untuk mencoba investasi sekaligus melanjutkan sekolah; sembari tetap berkontribusi di bidang sosial seperti yang dulu ia tekuni.

 

Mengenai kemapanan, Fariiyn punya definisi sendiri. “Buat saya, keamanan finansial itu nggak sekadar memenuhi kebutuhan pakan, sandang, dan papan. Mapan juga haru ditambah kenyamanan dalam beribadah, berkasih sayang keluarga, dan keluasan dalam membantu orang lain.”

 

Dengan kata lain, kerja keras boleh. Tapi jangan sampai menghalangi waktu dengan keluarga dan abai membantu orang lain. Kamu setuju, kan?

 

Artikel terkait: Tips Atur Gaji yang Ever-lasting

  1. Rutin Lakukan 12 Kebiasaan Ini Begitu Gajian, Kamu Akan Lebih Kaya!
  2. 6 Cara Bijak Mengeluarkan Uang Gaji di Awal Bulan
  3. Wajib Baca: 6 Tips Kelola Gaji 6 Juta Supaya Lebih Kaya!

 

Nah, itu dia cerita dari 4 orang senior untuk para lulusan baru soal finansial.

 

Kalau menurut saya sendiri? Hmm, di tahun pertama bekerja saya akui, sih, pengelolaan keuangan masih buruk sekali. Belum lagi culture dan financial shock gara-gara perbandingan harga yang drastis banget antara Jogja dan Jakarta. Makanya, sama sekali nggak bisa nabung. Tapi, memasuki tahun kedua dan saat sudah pindah ke kantor dengan gaji yang lebih tinggi, sedikit demi sedikit saya mulai bisa menabung.

 

Apalagi sekarang sudah memikirkan masa depan, baik itu masalah pilihan karier dan keputusan menikah. Makanya, jadi lebih teratur. Hehe. Kalau kamu, bagaimana?