SWARA – Lelah bekerja itu hal yang biasa. Tapi, jika sudah memengaruhi kesehatan mentalmu, tentu saja nggak bisa diatasi dengan sekadar power nap 10 menit, kan?
Saya sendiri sempat beberapa kali merasa stres berat di kantor. Awalnya sih, sekadar lelah fisik karena lembur hingga beberapa hari berturut-turut. Namun, lama-kelamaan ada “semacam rasa berat” saat menghadapi Senin dan berangkat ke kantor.
Bahkan, kadar anxiety yang berlebihan di tiga bulan pertama bekerja sempat membuat saya berpikir untuk mengundurkan diri. Saat itu saya merasa kondisi mental saya sudah nggak sehat. Tapi apa daya, di kantor saya, nggak ada aturan yang menginzinkan untuk izin atau cuti sakit karena masalah kesehatan mental.
Apakah kamu pernah merasakan hal yang sama?
Kesehatan mental di kalangan pekerja kantoran
Beberapa waktu lalu, di Twitter viral cuitan dari Madalyn Parker, seorang web developer di Michigan, USA yang membagikan screen shot e-mail mengenai cuti yang ia ambil untuk memulihkan kesehatan mentalnya. Balasan e-mail dari sang CEO dan kepeduliannya akan isu kesehatan mental yang Parker idap, dengan cepat menyebar di media sosial. Perbincangan mengenai kesehatan mental di tempat kerja pun kembali mencuat.
Email Madalyn tentang izin cuti masalah kesehatan mental yang ditanggapi positif oleh atasannya.
Menurut saya, langkah yang diambil Parker bisa menjadi contoh yang baik bagi untuk nggak segan-segan menempatkan kesehatan mental setara dengan dengan kesehatan fisik.
Memang sih, di Indonesia belum ada regulasi khusus yang membahas kebijakan cuti untuk kesehatan mental seperti yang dilakukan Parker. Tapi, untuk sekadar terbuka dengan atasan mengenai kendala yang sedang dihadapi, tentu masih bisa kan?
Artikel Terkait: Memahami krusialnya kesehatan mental untuk produktivitasmu
- Agar Gangguan Mental Nggak Berdampak pada Kehidupanmu, Ini Cara Murah untuk Menanganinya!
- Tahukah Kamu Kalau Depresi Bisa Menunda Produktivitasmu?
- Sebagai Pekerja, Kenapa Kita Merasa Selalu Sibuk dan Tak Punya Waktu untuk Santai?
Apa yang harus kamu lakukan?
Membicarakan kondisi mental dengan atasan nggak semudah mengabarkan bahwa kamu sedang demam tinggi dan harus beristirahat. Jika kamu merasa kondisi mental kamu di tempat kerja sudah nggak sehat, lakukan beberapa langkah ini.
- Berikan informasi mendasar tentang kondisimu saat ini berdasarkan hasil pemeriksaan ke dokter atau psikiater
- Jika kamu merasa nggak nyaman berbicara dengan atasan langsung, cobalah berbicara ke bagian HR.
- Jelaskan secara gamblang bagaimana isu ini mempengaruhi kinerjamu
- Jelaskan pula apa yang kamu butuhkan agar kinerjamu kembali normal
- Informasikan juga kepada atasan atau HR mengenai apa yang akan kamu lakukan dan komitmenmu atas pekerjaan
Selain itu, Hilda Burke, seorang psikoterapis berbagi 3 hal yang harus kamu lakukan untuk menjaga kesehatan mentalmu:
- Memiliki batasan load pekerjaan sesuai yang sehat
- Mengenali kemampuan diri dan menyadari jika memang merasa kewalahan
- Merancang work-life balance
Saya setuju kalau kemampuan mengenali batas diri adalah hal yang krusial. Mengatur kapan harus mematikan gadget dan benar-benar beristirahat tanpa mengecek email, kedengarannya sepele. Tapi itu perlu untuk dilakukan, walalu pun memang jauh di dalam hati, saya sendiri nggak yakin apakah benar-benar bisa melakukannya.
Sekarang, coba deh bertanya pada dirimu sendiri: Apakah (kondisi mental) saya baik-baik saja?
Kesehatan mental sama seriusnya dengan kesehatan fisik
Dilansir dari wellbeing.bitc.org.uk, 1 dari 6 orang karyawan memiliki masalah dengan kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan stres yang memengaruhi kinerja.
Perlu dicatat juga, ketika kesehatan mental nggak diatasi, performa karyawan bisa saja berujung ke risiko keselamatan kerja, sehingga klaim kecelakaan kerja pun bertambah. Ujung-ujungnya, merugikan perusahaan juga kan?
Seperti laporan yang dirilis oleh The Conference Board of Canada pada September 2016 lalu mengenai penurunan produktivitas karena kondisi kesehatan pekerja yang mengalami depresi dan kecemasan, mengakibatkan kerugian hingga hampir 50 miliar dolar Kanada per tahun. Kerugian ini nggak hanya karena jumlah absensi, namun juga abstinensia, yaitu, kondisi di mana karyawan hadir di kantor namun dengan produktivitas yang menurun.
Artikel Terkait: Buat kamu para pekerja kantor
- Walau Gaji Tak Besar, Ini 5 Hal yang Bisa Tetap Kamu Syukuri
- Long Weekend Hampir Berakhir, Yuk, Semangat Menyambut Hari Senin!
- 5 Tunjangan Lain Paling Dicari Selain Gaji
Oleh karenanya, memberikan support dan penanganan sebelum risiko-risiko ini benar-benar terjadi, menjadi langkah yang baik untuk menekan kerugian akibat isu kesehatan mental karyawan.
Saat isu kesehatan mental karyawan mencuat, saat itulah kamu harus menyadari bahwasanya menjadi atasan nggak sekadar mengawasi dan memberikan tugas kepada bawahanmu, lho. Kamu pun harus mengenal dan tahu kapan harus ‘ikut campur’ terkait kemampuan mereka menghadapi tuntutan pekerjaan dan stres sehari-harinya.
Mungkin, kamu bisa mencontek langkah yang dilakukan oleh seorang filantropi bernama Adam Shaw yang menciptakan lingkungan kerja ramah terhadap kondisi OCD (Obsessive-Compulsive Dissorder). Shaw mendorong bawahannya untuk berani terbuka atas kondisi mental mereka melalui kesempatan bercerita ‘keanehan’ yang menjadikan mereka unik.
Nggak hanya membuat mereka merasa lebih ‘ringan’, Shaw juga menempuh cara ini agar karyawan yang lain ikut sadar dan awas akan kesehatan mental rekannya. Mengganggapnya sebagai sesuatu yang normal sekaligus turun tangan membantu jika terjadi sesuatu.
Kerja sama antara perusahaan dan karyawan untuk mencari solusi dan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, tentunya akan memberikan timbal balik kepada perusahaan. Nggak hanya secara materiil, level kebahagiaan di lingkungan kerja pun meningkat.
Di Indonesia, isu kesehatan mental masih belum mendapatkan porsi perhatian yang cukup besar di pemerintah. Buktinya, masih banyak asuransi yang belum menanggung biaya konsultasi psikolog.
Tapi jika kamu memiliki BPJS Kesehatan, bisa kok dimanfaatkan untuk konsultasi dengan psikolog di puskesmas terdekat. Jadi, mulai sekarang jangan anggap remeh lagi masalah kesehatan mental ya. Selamat mencoba!
Oh ya, ada satu info lagi buat kamu. Sudah tahu belum tentang pinjaman Tunaiku?
Tunaiku merupakan pinjaman cepat, mudah, tanpa agunan, tanpa kartu kredit. Tunaiku bisa jadi solusi finansial bagi kebutuhan-kebutuhanmu. Kebutuhan dadakan? Atau, butuh tambahan dana untuk kebutuhan tertentu? Kamu bisa ajukan Tunaiku!
Nggak mau ribet dan nggak pakai lama ajukan pinjaman? Klik di sini.
WINNY WITRA MAHARANI